Rabu, 22 Februari 2012

Menatap Arca-Arca

by Ang Jasman on Tuesday, September 13, 2011 at 2:20pm ·
 
ARCA ITU,  AKU

Arca batu aku yang ditahtakan di pucuk segala puja-puji.  Gambaran semua wujud persembahan ketika engkau mulai menyadari tak ada bentuk menyerupa kecuali wajah nurani zamanmu. Di dalam kebekuan aku diabadikan agar dapat disimak kembali sebelum peradaban leleh menjadi bubur bumi.

Aku cermin yang memantul doa-doa. Dengan sosok wajahku aku membasuh daki zaman. Di hanyut arus Serayu dan Ganggga, terbersit syukur yang kusemat di garis cakrawala. Maka aku pun melukis wajahku sendiri dalam parasmu hingga ke penghabisan waktu.

*

Arca tanah aku yang sabar direndam panas tungku pembakaran. Di kedalaman segala wujud pada awal adalah kembara tanpa rupa. Saat itu aku meliuk dengan sayap surgawi dalam sebuah taman yang adalah jantungnya sendiri. Tak ada doa dan tak juga puja karena segala kidung syukur ada bergemetar  dalam dirinya.

Aku pun dihidupi daya yang dikirim di sulur-sulur dan hijau rimbun dedaunan. Berabad aku lelap dalam tubuhku menari-nari riang tak kenal tempat tak peduli lelah. Dan alam tak henti  menggembala musim dengan setia.

*

Arca kayu aku merupa lewat tatal, pahat dan palu. Setelah sulur-sulur akar menyesap sari bumi saling memberi darah, aku menyusu pada angin pada api. Cangkang rumahku segera mengenakan wujudnya dan didandani dengan kicau burung, tenaga sapi, lari kijang dan auman singa.

Dalam bejana waktu aku diterima dan menerima. Suka bersilih tawa, duka merupa lara. Segala menguntit seperti bayangan yang tak lepas walau kelam melumat.

*

Arca angin aku dibentuk di antara jemari dan tawa suka cita di pantai yang kosong. Cuma asin laut yang berkisah tentang biru gelombangnya. Camar tak peduli istana pasir melayang tinggi di permukaan terkurung dalam perburuan. Dermaga dan gudang-gudang tua meringkuk dalam sunyi kian menikam. Aku terpisah sendiri menatap bayang suka cita yang sudah menghilang. Sesaat lagi pasang akan meratakan pasir menjadi putih semula.

Hidup hanyalah bandul ayunan antara dibutuhkan dan tak dipedulikan. Langkah hilang jejak, bertukar angin dengan kandas.

*

Arca air aku dalam alir yang tak henti mengarus sejarah, juga berserah dalam bentuk-bentuk yang mewadah. Demi titah aku mengisi celah dan yang rendah, berenang dalam sulur tanah dan akar. Maka aku pun menjadi kelega’an, tanpaku kau tak mengenal arti kemarau. Damba akan diriku menjadi doa di gurun-gurun.

Dalam doa-doa dan pembersihan dosa aku hadir dengan takzim. Merunduk dan melayani adalah nuraniku yang menjadi inti bumi dan wajah surgawi. Hanya di danauku kau disucikan.

*

Aku arca api dengan kobar menghanguskan segala bila kau tak mengerti makna diriku. Aku mengolah sari bumi bagi kehidupan di tubuhmu, juga segala sesuatu yang menopang di hidupmu.

Nyalaku ada cahaya bagi langkah-langkah para pencari dan panasku menghangatkan jiwa-jiwa  yang  berjalan pulang.



9/2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar