Rabu, 29 Juni 2016

Langit Putih Perak


langit putih perak
sebarisan bangau menuju selatan
kupu-kupu berkaca di atas telaga
hening permukaan air senyap bertalu di hatiku
seekor kodok berenang ke seberang.
terasa waktu makin merenggang jarak
pelukmu tinggal bayang
senyummu tergambar di dinding-dinding
desah nafasmu di kamar dan halaman.

tangan ini kehilangan belai
ingin kubisikkan pada malam
tentang luka
yang tak pernah ada
yang tak pernah melupa.

langit putih perak
hatimu hatiku kelu dalam jarak.


AJ/2016

Galauku


tak bisa lagi menunda gelisah ini, kasih
senja kian meredup nyamuk-nyamuk menyerbu.

tak kutemukan foto kita dimana kenangan dibekukan waktu
padahal aku sendiri yang menumpuk buku puisi di sini.

masih kudengar riang tawamu di bawah pohon cerie
kanak sekolah yang lewat menoleh heran lalu senyum.

kau lalu menari padahal kau tahu
kanak bergerombol mengintip di celah perdu.

sore itu kita abadikan di dalam hape
keriangan abadi yang menembusi hati kita.

ingin kutemukan kembali keriangan itu
lampu-lampu kamar mentertawakan galauku.


AJ/2016

Kutukan


bermacam lauk tak mampu mengalahkan senyap
dengung lalat menari di atas tudungsaji
jendela diam-diam memandang kuning persawahan
kerongkongan ini sudah lama menolak santapan.

kesendirian itu bukan kutukan, katamu
tanpa kau mengerti dingin dan sepi di dinding-dinding
tiada kisah dan tawamu tersimpan di sini
malam memaksamu pergi berpacu menjauh.

kesendirian dan sunyi ini milikku, kataku
langkahmu tersendat, ada enggan di hatimu
kita harus berpisah, bukan salah kita
antara kita tak ada lagi cerita yang perlu diteruskan.


AJ/2016

Senyap


di senyap seperti ini
barisan semut pulang ke sarang
kususupkan diriku di lebat rambutmu
lalu berayun di antingmu.

masih di situkah, manisku
bersama merdu segala kicau
rindang pohon cerie
awan menunggu berita.

damaimu terasa di sini
tahukah, adikku, hari ini aku dapat wifi
saat kutumpahkan rindu di pipi.

malam tak basah jangan tunggu
hujan bulan juni makin biru.


AJ/2016

Laut Kidul


Jika Laut Kidul tak merontokkan karang
memukul tebing batu hingga terbantun
tak perlu sebuah cinta yang hanyalah ecek-ecek
tak perlu cumbu, lebih baik mereguk senyap.

.
Buat apa senyum yang terpantul tanpa api
lebih ceria musim panen di hati ibu tani
lebih baik berbagi riang dengan gemericik kali
dinginnya bikin geli di betis-betis.

.
Pertemuan dua hati selalu terasa ringkas
seperjalanan mentari terbit dan tenggelam
lalu diam serupa ilalang terpekur pada bulan.

.
Lantas saling berbagi lambai dan menyerah pada jarak
percaya langkah-langkah menuju ke sebuah arah
hanya hati yang batu selalu menyatu dan tahu.


AJ/2016

Bola-bola Mata


Bola-bola mata terserak
memandang remang di perempatan,
travel light mati, senyap terkatup di bibir
angin menghempas gigil.

.
tersisa masih kerlip lampu jalan
menghitung putaran roda-roda
serupa zikir membunuh waktu
rintik gerimis yang kian mengulur .

.
mari percepat ayun langkahmu
menyesap rindu sebelum segala jadi ungu
pasang lagi tatap dan pandang di matamu.

.
lihat suara-suara bersigegas di perempatan
gumam, bisik, riuh, rintih makin menyesak
senyap menusuk telinga, segala berubah sunyi.


AJ/2016

Dinding Rubuh


Lembayung itu beku seperti tak mau berubah
mentari pun diam mengapung di atas cakrawala
laut termangu ombak hilang
hari menutup pintu membisikkan firasat.

.
Hari kian terik, layar mengatup kuncup perahu tak melaut
tak ada angin barat namun hati seolah terkoyak
seribu sepatu larsa, alat-alat berat, seperti lahar merapi
merubuhkan senyap pantai jadi panas sekarat.

.
tangis dan caci bak suara chorus mengiringi dinding rubuh
lembayung itu, mentari itu, berduka dalam kerudung awan
tak bisa dipertahankan lagi kecuali luka duka menganga.

.
"ini bukan tanah kita, tapi hidup ini kami punya,"
di ketinggian rumah susun, laut serupa tenda biru
"pantai indah di mata tapi tak menyapa kaki dan hati kami."


AJ/2016

Jodohku


Di utara sana tampaknya bukan jodohku.
Di timur dijaga para dewata mencampakkan dengan halus.
Di selatan diam-diam dilindungi Sang Dewi Samudra melesap tanpa kata putus.
Sedang yang di sini harus kurelakan.
Jadi aku harus menghadapkan wajahku padaMu saja, begitu?
Bahkan untuk melarikan diri, semua arah Kau bendung menuju ke pelataranMu jua. Hujan pun tak Kau izinkan basahi kepalaku. Mentari kau tutup awan.
Baiklah, kureguk dulu isi piala ini. Ah, CemburuMu berkata,"Kau milikku, Angdev."

AJ/2016

Garis Angin


Kau pun menarik garis-garis angin
Dalam diammu. Merenda delapan penjuru, tanpa tahuku.
Pada lelap hari ketika segala merunduk
Aku terperangkap permainanmu.
Gempita mencabuti anggota tubuhku.
Mencerai berai ususku. Sebuah mahkota duri menikam matahari, darah  bagai selai memberi manis abadi.

Jadi, kau beri aku nafas buat pemuasmu
Permainan tak pernah sudah tak peduli detak jam yang berhenti.

AJ/2016

beri aku nafas


Kau pun menarik garis-garis angin
Dalam diammu. Merenda delapan penjuru, tanpa tahuku.
Pada lelap hari ketika segala merunduk
Aku terperangkap permainanmu.
Gempita mencabuti anggota tubuhku.
Mencerai berai ususku. Sebuah mahkota duri menikam matahari, darah  bagai selai memberi manis abadi.

Jadi, kau beri aku nafas buat pemuasmu
Permainan tak pernah sudah tak peduli detak jam yang berhenti

AJ/2016