Rabu, 26 Februari 2014

by. Ang Jasman

botol-botol bir di meja tidur, kosong
gaun tidur di keremangan kamar
tubuh yang semampai, transparan dalam ruang 
nafasku nafasmu memburu, menyatu
membungkus malam tanpa tepi

ah, percuma saja
hidup tak juga sempurna 
ini cuma tubuh-tubuh yang tercecer 
tercampak membusuk dalam waktu.

2014
by Ang Jasman

dia datang begitu saja tak diundang apalagi dijemput 
ketika kutuliskan, berikutnya muncul, lalu muncul lagi yang lain
kata demi kata pun kalimat demi kalimat berhamburan
minta aku menuliskannya

ketika mau diposting tak semua dapat dimunculkan
ada beberapa kata dan kalimat yang mesti diputus, di buang
apa boleh buat tapi dia mengerti kok 
demi kebaikan dan kebagusan teman2nya dia rela 
berkorban

*bukan sajak, oretan ini sekedar catatan kecil.


by. Ang Jasman

dia masih bocah yang sama. di kemarau ini 
sawah-sawah tak mengubah kulitnya. memang legam 
bahkan penghujan yang bawa banjir ke ladang-ladang 
tak mengubahnya menjadi bule. meski hatinya tetap putih, 
mungkin 

jejaka yang kamu kenal kini. dulu bocah lanang itu 
tawanya menyapu wajah perbukitan dan dukuh-dukuh 
di pasir ipis, sagala herang dan tanggul angin
dibawanya tanaman obat bagi yang sakit 
dipetiknya buah-buah buat yang ngidam 
diurainya cerita-cerita para buhun dan karuhun
di ujung jemarinya dawai kecapi tak putus berdenting 
dan seruling yang menusuk senja semakin senyap

gerumbul hijau di bukit utara menatap arus 
yang setia menyapa bebatuan yang menyembul 
di atasnya jejaka dan bocah lanang merenungi bayang 
rembulan mengalir di permukaan kali.

2014
by. Ang Jasman

ketika kau memilih pulang
kau akan dihambat oleh lawan, tapi juga kawan

ketika kau menyerah tinggal
maka kau dimanja oleh kawan, dan juga lawan 

jadilah kau keledai memutar-mutar kilang di sini 
sedang para malaikat itu iri akan harkat dirimu 

teman, berabad kau lalui sejak jentik-renik 
selalu saja kau abai iring-iringan kafilah ini.

2014

Feb 2014



Malam ini 22 Feb 2014 Ang Jasman bersama Bang Sutardji Calzoum Bachri dan Wayan Jengki Sunarta   hingga kafe Penus TIM tutup
by. Ang Jasman

waktu mendadak diam, mencuri jarum-jarumnya sendiri 
lalu dengan terburu-buru di telannya semua
tak ada jejak selain keroncong yang makin riuh 
dan gambang kromong yang menabuh keasyikannya sendiri

angka-angka berjatuhan dari cakram waktu 
menggelinding di lantai ubin yang retak dan kusam
alam kembali membaca dirinya, dengan anggun 
menuntun anak-anaknya lewat taman dan boulevard

mimpi-mimpi dengan merdeka berpora pesta 
berloncatan ke pintu, jendela, mencari jalan sendiri 
membiarkan lehermu mendesah tercekik
menggandeng belalang, burung dan bengkarung

dan di satu detik waktu degupmu berdentuman 
kau tergagap menyembul dari porimu yang lama mampat 
kau bisa menyerah di tiap waktu, tapi kau tak mau
kau bawa larimu jauh menuju ke langit utara.

2014
by. Ang Jasman

kelu tatapmu menggigir gigil tubuhku 
lekas selesaikan sulamanmu
jahit tandas sisa luka musim hujan

lewat cerita yang mencumbu jemu 
kau lepas lagi langkahku
lagi
dan lagi.


2014
by. Ang Jasman

ada jejakmu di tanah basah ini 
bergegas menghambur ke arahmu yang terus menjauh 
diseretnya mimpi-mimpi yang makin kabur dan kabut 
bayanganmu tak sabar menghapus musim

ada seekor kenari melompat-lompat di reranting 
cari keciap yang disembunyikan hijau dedaun 
seribu kali sudah kau putari cemara ini 
doamu menderai di pucuk-pucuk 

ada jejakmu mencium basah tanah ini 
berbagi cerita-cerita buhul dengan sanak kerabat
dikisahkan pada malam di antara mata meredup 
di tanam pada siang hingga musim mendatang

ada jejakmu, berpeluk sisa gerimis.

2014

HAIKU di siang kamis 20 februari 2014

by. Ang Jasman

HAIKU di siang kamis 20 februari :

PENGARANG
laptop membuat sepi
padahal asyik
tik tik tik tik tik

TARJI
setiap jumat
tardji nongkrong di sini
tim tim tim tim tim

SALIHARA
dulu goenawan
sibuk ngurusi
tuk tuk tuk tuk tuk tuk tuk

BARONGSAI
meliuk naga api
di muka gus dur
breng breng gombreng breng

DIKEJAR
ngibrit terbirit
takut mati beneran
gug gug gug gug gug

Haiku di pagi Kamis 20 Februari 2014

by. Ang Jasman

Haiku di pagi kamis 20 februari :

GENTENG BOCOR
gerimis pagi
air mrembes di genting
tik tik tik tik tik

SEDANG MERINDU
ketemu foto
wajah yang dirindunya
du du du du du

TUKANG BAKSO
tok tok tok tok tok
gerobak bakso lewat
bikin kabita

LAGI BOKEK
aku bokek lagi nih
kok sering kali
uh uh uh uh oh

MEDITASI
duduk diam sendiri
menjadi hening
ting ting ting ting ting

2014

by. Ang Jasman

di titik ini baiklah kupasang tangga. buat 
membisikkan kata-kata pada bintang 
serupa pelaut merindu bintang utara 
berharap langit berubah terang 
bulan terjaga lalu menebar-nebarkan cahaya 

dititik ini kupahat mata kata. buat mengabarkan 
ada jejakku di sini kutitipkan di tunggul waktu.

2014
by. Ang Jasman

kembali wajahmu berkelebat di jendela mengusung rindumu 
seketika kamar jadi pengap dipadati gelisahmu yang pias 
aroma bau tanah mengabarkan tentang airmatamu juga hatimu 
angin tak pernah henti membisikkan hari-hari kering dan basah

kukenal betul lekuk pipi dan hidungmu yang dikacaukan hari 
pernah kulihat sebongkah airmata mengurung di pelupuk 
seperti musim diam-diam mengendap mau mengabarkan kemarau 
aku cuma bisa terpaku di kerindangan ini memandang jauh

perlahan kusibak kisah lama yang kita titipkan di tempat itu 
masih ada di sana meski dilumuri debu waktu dan igatan yang lupa 
segala telah berubah bahkan jam di dinding kehilangan jarum waktu 
maaf tak ada yang perlu ditunggu sebelum kata-kata jadi kelu

kau yang bercermin di mataku pandang saja hatimu di sana 
biarkan kelopak rekah itu menitip wangi pada pagi yang retak.

2014
by. Ang Jasman

seperti yang sudah, sore selalu mengelus kepalaku lalu mendekap ke pelukannya. jangan kau sangka aku merindumu. tidak. sore punya rindunya sendiri, tak semua kamu merasakan belainya. hingga dibawanya ke tepi cakrawala dan mengajak terjun ke dalam riaknya yang lembut.

sore dan laut dan gunung-gunung menyimpan cerita purba. tentang bunda dan ayah, berdua menyusuri bibir pantai. tentang kakek yang pulang bawa kayu bakar dari bukit. dan aku yang selalu menunggu gebah untuk mandi sore, kecuali bersama teman memandikan kerbau-kerbaunya. 

sore pun surut di larung arus kali.

kini sore meliuk-liuk di nyala lampu terselip di dinding bertambal koran. sepasang cicak berkejaran di plafon bambu. gerak mereka beku seketika bersama suara tokek.
mataku berair, kuberikan senyumku kepada sore, cicak-cicak dan tokek. kutulungkupkan buku di dadaku dan aku pun melompat ke dalam mimpi.

pagi siap menuturkan cerita baru lagi tanpa memaksaku mendengarkan.

2014

Kamis, 13 Februari 2014


by. Ang Jasman

terjaring di arung waktu lesap aku di hitam gulita
jemari menghilang tiada lagi hitungan
bintang enggan menunjuk arah. segala kabur. buram
ada suara berkata-kata
bisik itu muncul lagi
tapi sepi ini kau kunyah
tapi senyap ini kau sesap
terkapar aku di gurun yang menggigil
tergolek aku di kutub yang peluh.

terjebak di labirin ruang silau aku di matamu
bara memanggang ruang-ruang kedap tak berjendela
tak sebuah lubang pun buat meloloskan sayap
segala langkah, segala kepak, runtuh di tembok dindingmu
ada denting bertalu-talu
musik tanpa penabuh
kuserahkan senyapku di sesapmu
kupasrahkan sepiku di bibirmu
kuujubkan diriku pada dingin gurun ini
kupendam keluh pada bara kutub ini.

aku hilang kata hilang kepak.

2014

by. Ang Jasman

tidak. waktu terlalu baik untuk licik
hatinya memang dingin tak peduli

selalu loloskan tubuhnya, berkali-kali
jadi bebaskan hatimu meluncur pergi

sekali waktu ia mencumbu langit
basah pun dimana-mana melilit

suatu musim ia mendekap angin
kemarau keringkan tanah dan hati petani

waktu dengan setia menghitung langkah kita
di suatu dermaga dia lambaikan perpisahan

lalu membawa langkahnya sendiri
menggenapi perjalanannya yang abadi

2014

by. Ang Jasman

aku ingat benar, siang menutup daunnya perlahan nyaris tak bersuara
tak terdengar suara grendel di putar
aku sempat mengerling tanganmu yang gemetar
mungkin bisikmu tadi menyisakan kemarahan di jemarimu.

petang di taman yang basah dengan sisa hujan
ada sisi kering di sebuah bangku, aku duduk dengan bayangmu
tak ada kenang. hanya hal-hal kecil terakhir kita di cafe itu
sorot matamu, senyum dan ciuman kecil di pipiku.

luruh semua itu seperi daun basah yang tersungkur di rerumputan basah
tapi hatiku tak basah, atau mestikah begitu?

aku ingat benar, aku terbiasa melangkah sendiri dan bersendiri
seperti bulan di atas sana, yang muncul dini dan pucat.

petang di taman yang basah, ada sisa hujan di hatiku.

2014

by. Ang Jasman

malam di ujung jembatan dingin terasa makin sepi
kerlip lampu seperti enggan bersapa. kelu menghimpit
nafas jadi sesak. pengap.

sudah kupegang, lolos, terbang juga
tak ada bisik penghabisan, kepak cuma yang tampak

sudah kucekal, meleset, pecah berderai
tak ada tetes terakhir, kering mencekik leher

mari berjalan atau ke mana saja, ajak sepatu bolong
telapak kotor tanah, terkadang ada kerikil menumpang
di tarikan nafas yang panjang, langit tetap hitam
tinggal aku sendiri, kerlip lampu dan arus yang menghilir.

2014

BISIK


by. Ang Jasman

ada bisik dalam telur sebelum jadi mata sapi
sayang kupingmu pekak, tak peduli

ada suara dikatakan ayam sebelum jadi opor
sayang tanganmu terlalu cekatan mencincang

ada desis di bibir ikan sebelum direnangkan di minyak
sayang hidungmu keburu terbius bau gorengnya

ada suara-suara, kau tak terbiasa mendengar
tapi penantiannya sabar, sepanjang umurmu.

ah, sayang, kau akrabi hatimu dengan bising cuma.

2014

DOA SEBUAH LAYANGAN



by. Ang Jasman

duh Gusti..

bila hidupku seumpama layangan
panteng terus ya talinya

bila aku diadu dengan layangan lain
tentu kau amat mafhum kekuatan talimu

bila taliku putus, kejarlah
atau harapkan aku menemukan jalan pulang

dan biarlah aku menari di awan-awan ini
sampai angin tidur dan petang meredup

tapi engkau tidak tidur, bukan?


2014

Kamis, 06 Februari 2014

by. Ang Jasman

kata ini, mata yang mengusap
di lika liku permai wajahmu

kata ini, tangan yang membelai
di hamparan kering lelah tubuhmu

kata ini, pundak yang memikul
salib bebanmu yang angkara mendera

kata ini, suara yang berbisik
mendaras namamu yang madu mempesona

kata ini, namaMu sendiri.

2014
by. Ang Jasman

sejenak senyap, nafasmu berdetak di degupku
seperti retakan dinding mau membisikkan rahasianya

sejenak senyap, wajahmu merayap di kaca jendela
di kerlip seribu kunang-kunang kau berkata-kata

sejenak lindap, adakah tertinggal sepimu di sini
sedang aku masih berdiri tegak lurus di pusaran hari.

2014
by. Ang Jasman

malam masih rembang dan bulan tak juga melenggang
diam-diam kau sembunyikan airmata di dasar tilam
getir yang merayap perlahan di sekujur tonggorokan
seolah menahan geram hatimu di ujung lidah.

semua jadi buram di basah matamu
sedang kau telan sendiri semua cerita
derita memang tak berbagi dan tak perlu
seperti ikan terlempar dari kolam siang tadi.

di senyap kamarmu kau muntahkan liur jadi dawat
kau reka kata seluas dendam yang kau rawat
lembar-lembar hari kini tak pernah sudah ditulisi
kau memang tak mau menyerahkan pada jari jemari.

dan kau pun berkali tercenung dalam sendiri
sedang rembulan sejak tadi menghilang.

2014
by. Ang Jasman

Sepasang sayap tumbuh di belikatku. Apakah aku sedang bermimpi, bunda? Sudah setangkup windu kutinggalkan kepompongku.

Bunga-bunga itu yang membuat sayapmu agar tak kau rusak mekarnya. Agar kau cium putiknya tapi bukan mencabut kelopaknya.

Di selaksa jalan kulihat jejak-jejak berjejalan. Mereka menghalangi telapak menjejak sedang mentari terus mengkerut serupa kulit jeruk.

Dan kerikil dan bebatuan ini menyingkir ke tepi tergerus kaki dan waktu. Langkah jadi licin dan seribu akal menelisik punggung tebing.

Anakku, jangan bebani diri dengan keluh. Bumi memang berselimut duri. Tapi sayapmu dan sepatumu itu adalah inti dirimu, bara hati yang api.

Bunda, rinduku mengapung di sisimu. Rindu menemu Sang Dewi Pohaci.

2014

Rabu, 05 Februari 2014

by. Ang Jasman

Dia ada di sana, katamu. Maka orang-orang di sana itu lebih dahulu menemuinya. 
Ketika kau baru berniat pergi.

Dia ada di sini, kau mulai ragu. Jadi tetanggaku lebih dahulu menyambutnya, kan. 
Ya, bahkan sebelum kau sempat mengangkat bokongmu.

Bila di udara maka burung-burung akan merubung. 
Jika di air, ikan-ikan mengajaknya menyelam.

Jadi? Tepat seperti pikirmu itu. Ia ada di dalam kamu. Masuklah ke sana dan temui dia. 
Tak perlu ke gunung, ke gurun atau ke luar rumah. 
Tak usah tinggalkan kerjamu. 
Malah kau akan berkajang dengannya selagi ada degup di jantungmu.

Jadi duduk saja di sini, di rumahku, Dia akan muncul? Ya. 
Hanya orang-orang suka pesta tak memikirkan pertemuan.

2014

Minggu, 02 Februari 2014

DI PELATARAN MOYANGKU

by. Ang Jasman

tak kupunya kemewahan itu. tak apa
sudah lama nasib menyapih ke pelataran moyangku

kupandangi saja para pejalan menyusuri desa dan lembah
menembusi kota-kota, museum atau penduduk dusun

aku termangu di hiruk pikuk pesta merangkai waktu
piring-piring berdenting, gelas minum dan es buah

tak kupunya kemahan itu. biarlah
jalan setapak ini dengan bisik-bisik bunga di tepinya

milikku cuma suara denting
yang bergemerincing di subuh bening, di hati hening

di pelataran moyangku.

2014

PUN WAKTU MENJADI PENANDA SAAT

by. Ang Jasman

bunga-bunga mengubah kuntum jadi mekar
anak-anak terus tumbuh sejajar awan
jalan-jalan menyilang ladang
hutan kayu berubah hutan beton

mentari meninggalkan bakar di kulitmu
angin menyapu pucuk-pucuk ilalang

di tatar batu lebar di kali itu
kau hadapkan syukurmu pada semesta

aku mengerti kau hentikan langkah
berdiri di muka kekosongan

kehampaan menjabat tangan yang enggan
pun waktu menjadi penanda perjalanan.

2014
by. Ang Jasman

pagi di mana pun langit yang redup
kau menggeliat dengan perasaan beda

tak ada janji dibawa angin atau digelar bumi

ada ingin menggenapi depa nafas sepenggalah langkah
petak-petak sawah dan huma rindukan lumbung

hari membawa dingin dan panasnya sendiri

2014
by. Ang Jasman

ada suara menyelinap di pori menyapa jiwa
semacam garis putus yang memanjang
semacam mempertemukan sore dengan petang

percakapan surut menjadi bisik
'hariring' mengiring malam
ada denting dawai di ujung kelam

perjalanan ini selalu sama sejak ayun pertama
langkah tak pakai kaki
pandang tak minta mata
bisik tak perlu kuping
bibir tak usah nyinyir

tapi, ohoi, perjumpaan itu
di mana letak titik temu.

2014