Jumat, 04 Mei 2012

Senyum


Amboi, senyummu hangat mentari di bukit-bukit
mencium pohon-pohon jambu dan pucuk-pucuk cemara.
Jangan hentikan langkahmu daki terus hingga puncak
anam harapan paling kapas di naung awan-awan. Disini
senyum kan tertebar di seluruh kota bak doa-doa
di alas tarikan napas.

Di wajahmu segala simpuh berteduh.


5/2012

Mengapa


mengapa kau warnai langit dengan mendung
di hatimu? Kelam berubah makin jelaga. Malam hilang
tirai terbang, tak ada lagi tatap berbagi antara kita. Sayang
kesedihan tak punya tempat di tetes air mata.
segala lesap
segala lenyap
tinggal mimpi tertatih dan harap terkapar.

malam makin jauh
kelam makin larut
jarak antara kita tersimpan dalam peluk angin.


5/2012

Kamis, 03 Mei 2012

Kepompong Sendiri


Seperti Hawa menyebarkan tuba duka
segala jadi gamang
segala jadi usang
menyeret langkah menembus terowongan luka.

Seperti Kain menikam darah ke bumi
daun-daun pun layu
detik-detik pun kuyu
hari-hari tinggal merajut api
tidur kehilangan mimpi.

Entah kapan langkah mengubah kembara. Jauh
semakin jauh lupa akan jalan pulang. Dan doa
tak menuntun mentari tetap jaga
malah membuat bayangan makin panjang.

Awan terus berarak menguak terik. Panas
memanggang harap paling ranum. Maka
mari merenda kepompong sendiri dengan hati.
Mari menjadi Yunus mendekam di anyir perut ikan
Mari menjadi Yusuf meringkuk di kedalaman sumur.

Baca! Di dinding kepompong itulah risalah kita tercatat
segeralah dieja sebelum perjalanan penghabisan ini
atau kau cuma seonggok belulang di jalan buntu. Tak sesiapa
memberimu air prawitasari.



5/2012

Batas-batas Jejak


Tak kuingat lagi lekuk raut wajahmu
derai tawa dan senyummu beku dalam waktu
bahkan namamu sudah lepas dari lembar catatan.
Suaramukah itu yang memanggil
hingga di ujung batas? Juga tak kukenal lagi.

Jarak terasa lepas dari genggaman
waktu begitu binal buat dicekal
cermin jadi buram, semua hilang
menyisakan noktah buram.

Jejak-jejak kaki sudah terhampus bibir ombak
tak ada lagi kisah yang dulu tertulis di pasir
pantai seperti tak pernah ada. Hati kita kelu
enggan menunggu senja mengecup cakrawala.

Tinggalkan semua cerita sampai disini. Juga tawa
yang dulu berderai ditingkah gelombang.

Tak ada lagi yang mesti diperhitungkan. Kini
batas makin jelas
waktu makin batu
tak ada bekas kata di atas jejak.

5/2012

Rabu, 02 Mei 2012

Laki-laki Dan Cakrawala


senja menyelinap di dermaga tua tak ada riak ombak
sebuah perahu terayun-ayun diujung tali
kepak elang beriringan meninggalkan cakrawala
lelaki dengan hati yang sepi menyerahkan wajahnya
desir angin laut membelai rindu di matanya.

senja makin tua terdengar adzan magrib menyisir waktu
sebentar lagi gelap berganti kerlip lampu di kampung nelayan
lelaki dengan hati ngungun menuntun langkahnya
bibirnya bergetar menembangkan hatinya yang tumbang.

dermaga tua termangu dalam senyap
kecipak dayung membawa perahu menjauh
lelaki dengan hati yang sepi mengejar bayang-bayang
cakrawala.


4/2012

Selasa, 01 Mei 2012

Hujan Terus Berlanjut Malam Ini


Gerimis sore tadi kini berubah menjadi hujan
bintang dan bulan disekap hitam langit entah
tak ada purnama di malam empat belas ini.
Langkahku terpateri disini di halte tua dan bocor
dingin menyelinap di antara tempias hujan.
Kopi di beranda tentu sudah lama dingin
kau termanggu memandang pintu pagar
si pacar tak juga datang mendekap angan.

Malam makin basah
kelam membuat resah.

Hujan memperjauh jarak
lampu di pucuk-pucuk tiang terdiam kelu.

Malam ini bukan milik kita kekasih
hujan yang bersekutu kelam telah merampoknya.
Kau dan cangkir kopi itu terpaksa menyerah
menghitung detik dengan iseng.


4/2012