Senin, 31 Desember 2012

BERANDA INI


/ang jasman

beranda ini lupa akan waktu bergulir di gigirnya
tak sempat mencatat peristiwa di penanggalan lusuh
yang menjadikan lupa pada perjalanannya sendiri
tinggal kusam yang direkam dinding lembab
kelupas cat di sana-sini menandai sepi mengiris.

beranda ini tak lagi berbagi tawa dan celoteh
suara-suara riuh yang mentertawakan beban hidup
dan pertemuan antara hati
atau menjadi sekedar tempat berbagi.

beranda ini sudah lama dilupakan bebungaan
yang kini lebih suka bergerombol di halaman tak terurus
warna-warninya tetap senyum di antara belukar
di desir angin mereka mengangguk-angguk.

beranda kini bersahabat dengan laba-laba yang setia
memasang jaring-jaring waktu di tiap sudutnya
bergurau dengan kupu-kupu dan laron yang mampir
dan berkencan dengan sebuah lampu yang tak pernah padam.



12/2012

2013


/ang jasman


tersibak desir angin berkejaran di ruang kerja
berkecipak riang seperti sayap-sayap kenari
ada pinta dan mimpi tersemat di tiap angka.
perlahan-lahan foto-foto kehilangan warna
dari lembar yang tergulung
balik ke pantai, gunung dan persawahan
angka-angka bersicepat saling menyusul, menyisakan
reranting berayun-ayun lesu
terasa angin seperti enggan menyisir.

segala harap perlahan tertunduk depan tembok
telah hilang bulan, hari dan tanggal, semua
kembali putih
pucat
pasi.

ah, betapa makin asyik seribu langkah nanti
dalam sepi terbuang dan sendiri
dicumbu kunang dan kerlip api.


12/2012

Jumat, 21 Desember 2012

SAJAK BURUNG KENARI

/ang jasman


Tulis untukku sebuah sajak cepatlah
Pinta seekor kenari terluka di telapak tanganku
Darah di dadanya dan kaki yang patah
Kau tak akan sempat membacanya
Jangan risaukan itu tulis saja
Katakan kepada pengurungku dan pemburuku
Aku maafkan mereka meski harus mengulang
Hidup lagi sebagai kenari
Rinduku menjadi manusia kian jauh dan panjang
Entah berapa waktu lagi perjalanan ke sana
Aku tertegun, seorang bocah berseragam liwat di sisiku
Kakinya bersijingkat sambil menyanyikan lagu sekolah
Kenari itu tak sempat mendengar suara riang itu
Dia telah kehilangan siul merdunya
Sehelai bulunya terlepas diterbangkan angin
Pengganti doa yang tak bisa diterbangkan sayapnya
Terik mentari di langit Lembang dedaunan luruh
Seperti rahmat yang menjemput
Sedang sajak belum satu kata sempat kugores.


12/2012

AWAN, KUPU DAN BUNGA-BUNGA

/ang jasman

 
Diam-diam aku berubah menjadi awan, bagai kapas putih
Melayang di ketinggian pohon dan bukit-bukit.

~ Kupu-kupu pinjami ku sayap-sayapmu sesekali
Aku ingin bebas mengapung tanpa angin.

~ Kau asyik di atas sana mengawasi kami semua
Aku cuma punya sayap kecil buat menyapa
Bebungaan dari tangkai ke tangkai.

~ Ah, mesranya. Aku cemburu padamu, kupu.
Tiap pagi bunga-bunga itu senyum padaku tapi
Aku tak dapat turun mencium mereka.

~ Tunggu saja kawanan awan berkumpul di atas ini
Saat itu kau akan menjadi hujan dan airmu akan mengelus
Helai indah bunga-bunga itu. dan memberi minum akar-akarnya.

Hatiku menggelembung girang tak sabar menanti kawanan
Kataku pada mereka, “Bila guntur datang kita menjadi hujan
Menyusup di tanah merah lereng-lereng dan sulur-sulur sayuran
Ingat, jangan bikin banjir dan genangi sawah paman tani.
Dan tunggu aku menemui sahabatku .

Aku pun menitip cium di helai pipi yang saban pagi
Mengirim senyum ke langit Lembang.”
12/2012

Rabu, 19 Desember 2012

KAN KUTULIS HARI-HARIKU

/ang jasman


Hingga tubuh meranggas dan kering
Lembar-lembar kosong itu tetap menganga lapar.
Lagi kutulis catatan yang tak juga sudah
Jemari pun renta lemas dan terkapar.

Entah berapa buku telah kutulis
Entah berapa lagi harus kutulis.
Baiklah, berikan buku-buku yang kau sediakan
Kunyalakan bara api di jemari, di tangan, di sekujur tubuh
Kujadikan tinta segala darah, lelah dan airmata ini
Hingga kau puas
Meraih tanganku masuk rumahmu
Di akhir senyum kausodorkan air penebus.





12/2012

Selasa, 18 Desember 2012

DOA SELAGI HUJAN

/ang jasman


dingin melemparku ke dalam kepompong tubuh
pada hitungan yang khilaf tak ditemukan apa-apa.
gelitikmu membuat perut selalu minta diisi dan
geraham nan tak henti berayun
lupa jika di hidup ada damba yang menunggu.

pelukmu menghentikan tubuh di pojok ruang
senyap serupa elang terbuang bersendiri
di langit sunyi
di bukit-bukit hening lalu
mematri segala harap ke magma bumi,
doa-doa pun berloncatan dari benak
berhamburandari hati.

tuhan, tanganmukah mendekap ini
ke dadamu yang gerowong kehangatan.
sinar mentarimu jadikanlah suluh di jempol kaki
dari ribuan angkatan terimalah damba paling api ini.

12/2012

SAJAK II

/ ang jasman


sejak entah
aku berserah pada kata
jemari telah lama bercumbu
berpilin, berakar dan berranting-ranting
kubuihkan kata-kata di kedalaman hati.

sejak kini
kata-kataku digiring angin

berkait lepas di hatimu.
12/2012

LEMBANG NAN JELITA

/ ang jasman


hujan nan permai
di hati paman tani
kebun rindu pacul yang dinanti
di jemari-jemari lentik
bibit ditanam selebar kaki

awan digigir Lembang seranum gula
meleleh di bibir ipis gadis jelita


gadis melenggang di pematang
bikin akang tak tahan memandang
12/2012

Jumat, 14 Desember 2012

MENDUNG KINI


/ang jasman

Mendung kini
Tak ada lagi kepak di langit Lembang
Burung-burung bercericit di dahan dan reranting
Berdoa dan bernyanyi sebagai syukur kepadamu
Di hujan dan terik makanan tersedia juga kegembiraan.

Gerimis kini
Sebentar lagi guntur menghantar hujan
dengan gemuruhnya yang merdu dan bertalu
Di hati kami engkau pun turut bernyanyi



12/2012

Kamis, 13 Desember 2012

DI SEBUAH SORE

/ang jasman

Sore itu

bibirmu terpateri di bibir cangkir ketika meninggalkan café
mataku menatap noda merah disana
telingaku tertegun pada detak sepatumu
sesaat hening
sepi mengetuk hati
lirih dan mengiris.

Lampu-lampu makin terang hingar pun makin jadi
sepasang cicak berbincang tentang musim, buku-buku dan kampung halaman
orang-orang tak peduli terus asyik berbincang dan menyeruput kopi
seketika warna-warna menjadi pekat seperti sisa bibirmu yang merah itu
petang makin turun tak peduli pada waktu
aku sendiri dengan perasaan ngungun
di luar salju menari-nari di nyala lampu.

12/2012

Selasa, 11 Desember 2012

MALAM PERJANJIAN

/ang jasman



Petang ini kita berjanji bertemu di sebuah café
suaramu seperti guntur menghantar hujan, mengingatkan aku
seolah esok bumi ini rata menyisakan cinta kita tumbuh
di celah bebatuan dan musim yang ramah.

Rindu kita berkelindan tanpa kita mengerti,
aku mau ketemu kau seperti kamu ingin jumpa aku.

Detik-detik paling emas adalah pertemuan dua kekasih,
aku akan berbagi waktu seperti kamu menyediakan waktu.

Kau pasti akan menungguku bila aku datang terlambat seperti aku
sungguh akan menantimu jika tak tiba pada waktunya.

Damba saling bertalu mengisi penuh ruang-ruang.
Waktu bergulir cepat sebelum rindu terbasuh.

Jangan terkejut di pertemuan paling damba nanti.
Rindu yang kau usung akan kubayar tunai.
Kan kucium tipis bibirmu tapi bukan gincu merah itu.
Kan kuelus lembut kulitmu tapi bukan lotion pelembut.
Kan kuusap ikal rambutmu tapi bukan hair spray dan pewarna.
Kan kupeluk tubuhmu tapi bukan gaun kesayanganmu.

Malam makin menggetarkan bagi dua kekasih.
Kita tak berselimut kepalsuan, katamu.
Kita tak bersarung kedustaan, kataku.

Dengan bugil kemurnian tubuh kita mandi cahaya bulan.
Malam jadi hening sekalian seribu cengkerik, kodok dan
burung hantu melagukan serenada agung.

Lihat, sepasang kekasih bercinta di awan-awan.
Tubuh mereka merupa emas dipelukan rembulan.
Menari di celah bintang gemintang.



12/2012

HATIKU PUISI

/ang jasman

Amboi, hatiku beku menggumpal merupa puisi
meneteskan lelehan waktu dan terus mengalir
meliuk-liuk dibawa arus kali tanpa henti
menembang kinanti dan asmaranda di bibir gadis menanti.

Amboi, hatiku menjadi puisi kini

di jarum waktu menarikan tarian darwisi
serupa Jalalu’ddin Rumi, Hamzah Fansuri dan Acep Zamzam Noor.
Hatiku lengking nyanyi seruling di hutan-hutan bambu
Hatiku biduk sampan terayun riak gelombang di pesisir
Hatiku sajadah lumpur hangat mentari di pinggang bukit.
12/2012
 
.

BUAT AKUKAH?

/ang jasman

Buat akukah tatap mata itu?
sendu yang kau kirim disorot matamu menggetarkan
dinding cafe dan remang yang menyatukan kita.

Buat akukah senyum yang nyaris sempurna itu?
di sudut bibirmu segala kisah mengalir lirih, semua
tergelar di jejakmu pada hari-hari kemarau dan kering
sebelum menyadari arah yang salah.


Buat akukah diam yang terpahat di dinding-dinding?
kota tidak lagi bersahabat kecuali memberi debu
jalanan yang lebar dan padat memaksa kita berpisah.

12/2012
 
.

Senin, 10 Desember 2012

GERIMIS DI SELA KELAM

/ang jasman


rintik gerimis sore ini menari-nari riang di atap, silih berganti
kaki mereka tak lelah ditingkah tabuhan yang dibuatnya sendiri
tik tik tik.. mengetuk tiap pintu meminta rindu yang tertinggal disini.

aku diliput sepi dan terbuang dalam kenang yang terus mendesak
rintik gerimis mempercepat langkah ke tepi yang segera mendatang.

di kelam ini kita pun berpisah.

12/2012

SIMFONI KESENDIRIAN

/ang jasman

Mendung berbisik kepada siang, aku tak singgah sore nanti.

Di langit Paris mentari cuma pijar cahaya tak ada kehangatan menusuk kulit
mendung dan terik, gerimis dan kering berkejaran di celah waktu
menyerahkan degup dan engah pada salju dan musim dingin lalu
langkah-langkah bergegas memburu café di pojok Rue de la Sorbonne.
...

Sambil memandang bayang-bayang menari di taman Luxemburg
jauh di depan sana saat senja perlahan menjemput remang
bangku-bangku kosong dan sunyi, salju menari di rerumputan
semua berlalu di garis mata juga angin sepoi yang mengetuk
dinding-dinding kaca yang memisahkan kenang dan rindu kita
masih kuingat sisa pias senyummu di bibir senja, presis seperti kini.

Ketika lampu-lampu jalanan berpijar satu-satu, dan kilau
menyapa bening basah matamu segalanya mengendap.
Kita cuma hidup dalam harap, bisikmu pada cangkir kopi
semua beku dalam peluk musim yang saling berkait.

Cericit burung-burung gereja di tiang-tiang kampus Sorbonne
adalah suara waktu yang menggeletar di dalam rusuk
gemanya menyusup hingga ke sisa musim nanti.

Dalam kesendirian dan dingin membawaku ke stasiun metro
menunggu tram terakhir sebelum semua kisah berakhir.


12/2012

Sabtu, 08 Desember 2012

SIAPA NAMAMU ?

/ang jasman


Bagaimana kusebut namamu? Kau hanya menangkup kepala
lalu merunduk dalam gerimis yang makin rapat. Sore pun kembali
remang seperti tetes air di helai rambutku. Cuma sosokmu tertinggal
 di petang yang menarikan hujan. Aku hanya berharap
pada merpati yang melayang di ketinggian awan esok hari
dari Place Saint Michel.  Namamu segera tertulis di sana dan gambaran
utuh wajahmu juga senyum itu.  Serupa sketsa yang kau buat dalam surat
kertas biru yang kau kirim. Tertoreh diingatanku bayangan dirimu
menari-nari di riak gelombang sungai Seine menyatu
dengan liukan bayang-bayang  gereja Notredame. Kau tak juga
menyebut namamu. Malah langkahmu baur di antara orang-orang
bergegas ke pintu metro. Tinggal aku, petang dan gerimis
tak saling sapa meski menyadari kehadiran masing-masing
dalam sunyi yang tak berbagi.


12/2012

SELAMAT JALAN, AKU

/ang jasman


ah, rindu siapa tercecer di beranda yang dicengkerama sepi
rindu dengan wajah lara terkapar dengan sayap-sayap terengah
seperti enggan dan malu pada sepi, airmatanya berkaca-kaca
tinggallah disini jika kau mau sampai pulih sayap-sayapmu, semoga
hari masih menyisakan sinar dan kehangatan mentari.


ah, sepi masih juga kau cemburui waktu yang menyelinap dalam alun lagu
takkah kau nikmati melodi yang menggosok-gosok hatimu
sedang jiwaku menari sepanjang galah waktu seperti para darwisi itu
terkurung segala sendu segala rindu di bukit-bukit hijau berbatu
di air kali melenggang semua bisik dalam arusnya.


ah, aku
kau serahkan juga dirimu pada sepi
peluk saja sayap-sayap rindu itu, terbang
serahkan beranda masa hidupmu kepada waktu.


selamat jalan, aku.


12/2012

Senin, 03 Desember 2012

PERJALANAN KERINDUAN

/ang jasman

Tertegun. Mataku kelu menatap cakrawala mencuri senja
kepak camar masih jauh dari sarang. Kesendirian
memupuk kisah tak habis di dalam benak. Seumpama
gedung tua sepi ketika kita lewat di trotoarnya.
Jemari kita berpegangan sebelum kehilangan langkah
dengan kaki melepuh terseret-seret riuh pesta
yang memisahkan. Mencari dan terus mencari suara
bisik-bisik lirih yang membujuk-rayu kerlip bintang di matamu.
Akankah kata-kata berpendaran dari gigil bibir ini menghantar
kehadiranku dalam dingin yang membuat sunyi makin mendekap
semua perih. Tetap tersimpan di sana. Dan Kau tetap duduk
sambil senyum simpul menunggu langkahku mendekat.
Sebelum subuh melabur awan jadi putih, dan mentari berbinar
ijinkan kakiku menjejak lantaimu dan menyerah.
Mataku lapar memandang wajahmu, telingaku haus
pada merdu tetabuhanmu.



12/2012