Senin, 10 Oktober 2016

Rindu Bunda


O lihat, merdu kicau terkatup sudah
dahan-dahan kering, daun gugur
di depan selaksa jendela warna pudar
segumpal hati diam-diam mengatup.


mestikah tangan-tangan ini menadah kutuk
yang tak pernah ada dan di sana meringkuk
menindih segala sinar-binar dan kemilau
meronta tegas-deras dari kedalamanmu.


mari, baringkan lelah di atas bebatuan kali ini
rembulan, bintang-bintang dan kandil alit
biarlah berbasuh dengan sinarnya sendiri-sendiri


gemericik itu memanggil pulang, dengar
kerlip kunang lara menarikan sepi, lihat
sisakan damba pada rumah dan senyum Bunda.


AJ/2016

Laut Makin Biru


pagi menyelinap di lembar almanak
mata air yang menuai luap
perahu-perahu berlayar ke hilir
mengarung arus ke ujung hati.


mari himpun doa kedalam kantung-kantung
sisipkan di sisi bekal dan buku catatan
sesapkan langkah-langkah dan ayunan dayung
di antara kecipak air dan kepak elang.


ingat wajah bunda, doa yang tak henti
senyumnya merenda harapan
mengubah langit biru makin biru


ingat tangis anak, tari sunyi hari-hari
menimang esok di mega-mega
mengubah laut biru makin biru


AJ/2016
catatan buat seorang teman yang berulang tahun dan akan pulang mudik.*

Selasa, 16 Agustus 2016

Mengoyak Bayang


Tak lagi darah tertumpah di sini
Tikammu pisau berkarat
Lukaku berubah kelu
Darahku jadi beku.

.
Memang sejak lama tanganmu kosong
Matamu sepasang tikam yang merobek.

.
Di rentang tangan tiada jalan terbentang
Pandangan berkacak mengoyak bayang.


AJ/2016

di pucuk Eiffle


Di pagi dingin ini
Salju di pucuk Eiffle
Secangkir kopi, sepotong rindu
Kutemukan dalam kulkas
Sayang keburu mambu
Seperti bayangmu luntur jadi semu.

.
Kubuang saja wajahmu ke pubel
Ternyata yang kusimpan rindu basi.

.
Lebih baik kopi yang nyata hangat
Di bibirku di dadaku.

.
Au revoir rindumu yang bacin.


AJ/2016

Menanti Kekasih


Menanti kekasih
Waktu mengeluh

.
Kopi bercerita tentang
Panas yang diam-diam pergi

.
Menanti waktu
Kekasih mengeluh

.
Panas kini datang lagi
Dari cangkir yang lain lagi

.
Sepi menyemai ramai
Ramai mengendap senyap
Kekasih yang dinanti
Waktu riuh mencumbu.

.
Kekasih, kau adalah di mana
Biarkan aku berada di entah.


AJ/2016

Berjalan Sendiri


tak pernah percaya sebersit pun
ini senja putus bersama ujung pensil
di tempat sampah dalam remasan kertas
lembayung itu masih di matamu.

.
suara yang dulu juga gemericik
menghitung cahaya di permukaan riak
menyentuh kibas langkah-langkahmu
lampu-lampu kota menari di atas kepalamu.

.
kenapa cerita selalu berjalan sendiri
mereka-reka perpisahan jadi nafasnya
arah yang berlawanan dirancangnya.

.
masih tersisa warna-warna di sini
sebelum melangkah ke ruang pesta
lepaskan saja senyap itu dari dada.

AJ/2016

Menanti Rupa


Aku menanti rupa
Menanti senyum, bahkan Bunda tak memiliki
Menanti binar mata, yang selalu kukuatirkan tersapu lembayung cakrawala
Penantian ini tak pernah punya alamat dan tak meminta.
.
Pada desah sebetik suara kurebahkan seribu kelu
Terdengar kumandang lembut lagu nina bobok
Biarlah kupateri saja mulut ini lalu berserah pada celoteh bibir di sekujur malam.
.
Esok kutemukan di tubuh lentik tersimpan lentur sosok dan gemulai jemari
Tarian kehidupan yang tak henti direnangi seribu duka
Oh, tarian, tetabuhan dan irama begitu lekas mengendap di dasar dadaku.

AJ/2016