Sabtu, 23 November 2013

by. Ang Jasman


dan kau kencangkan ikat tali sepatumu
sebelum langkah pertama : berjalan atau berlari
berserah pada hari yang selalu mengulur jabat.

dan kau telah memilih sepatu paling kuat
karena kau tahu duri tak bisa ditebas tuntas
selalu tumbuh bahkan di jalan dan taman.

dan kini ayun kakimu jadi tarian hidupmu
maka meliuk-liuk lah kau dalam tubuhmu
sebagai syukur kau sembahkan peluhmu.

kaupun luluh menyatu di tetabuh dan tarianmu.


2013
by. Ang Jasman


ke mana pun mata dibingkai, kau mawar di ambang
di pisauku, durimu indah meluka di bibir hari.

terpaku di sini di pusat mentari tak beranjak
tinggal gumam berjejal di tenggorokan waktu.

tak ada sesat mencuri langkah semua terus meniti
tertatih di benih darah yang ditanam sendiri.

atau berserah pada gapit yang menghimpit.


2013
by. Ang Jasman


kau curi juga teduh langit di musim penghujan ini
kau sisakan kerontang panjang di debu-debu kemarau.

akankah musim-musim berkicau lagi tentang kita
tentang senyum yang bertebar di taman-taman kota.

kau bungkam juga semilir di dedaun depan beranda ini
tak lagi ada tarian embun di pucuk-pucuk menanti mentari.

baiklah. kuendus lagi jejak yang dulu membawaku kemari
serupa srigala terluka yang pulang tertatih ke kandang.


2013
by. Ang Jasman


mentari membisikmu bahasa murni di ayun langkahmu
pagi sujud besertamu mengucap syukur kepada illahi
satu hari tergelar lagi buat menakar janji dan budi.

kau berserah pada jempol kakimu menempuh jalan
kau ikuti ia ke mana pun mengarah, dan kau benar
"kita adalah para pejalan," ketika itu kau gosong di api mentari.

kakimu terpesona pada debu dan karang, mungkin jatuh cinta
"jangan pikirkan pulang atau esok hari," kau girang berguling debu
"jalan, arah, rumah telah menyatu di ayun langkah."


2013
by. Ang Jasman


"Telah puas kutertawakan duri-duri waktu, seperti
luka yang sejak dulu kubiarkan menganga."
Senyum perempuan itu merenungi hening taman. Terpekur
menelusuri kenang di antara bebunga dan perdu.

"Selamat tinggal hari-hari mengucur darah," ia bergumam.
Luka menyusup di kedalaman nafas tak dibiarkannya mengiris
hati dan langkah makin tegar tegap. Mengacu
di janji yang menunggu meski kemenangan itu tak dikibarkan.

"Telah kuronce duri-duri itu," segaris senyum di bibirnya.
Serupa pisau yang merobek langit mengucurkan hujan
mencuci jalan itu dari segala debu dan kotoran.
"Tak mesti begitu," ujarnya lirih, "aku masih punya tekad.
Dan itu cukup."


2013

Minggu, 17 November 2013

by. AngJasman


pinjaman selimut bulan telah memberi hangat di malam-malam
pagi ini kukembalikan kepada mentari ketika subuh mencemburu.

lesap sudah sulur hari sepanjang kemarin di sekujur lelah
pagi ini secangkir kopi memanasi darahku membakar benakku.

di gemuruh rona berkas mentari segala kembali ke semula
kuawali lagi tak cuma pikiran dan emosi, bahkan selengkap diriku.

selamat jumpa kawan dengan aku yang baru.


11/2013
by. Ang Jasman


Aku mengerti kau berpeluh sibuk mengetuk mentari
Telah kau buat pintu bagi kemungkinan yang kau undang.

Aku mengerti kau memeluk riang angin yang mendesir
Telah kau kembang telingamu buat denting suara di nubarimu.

Aku mengerti kau mengayun langkah bergedebum menderu
Telah kau ciptakan sendiri sebuah jalan menuju ke sejatimu.

Kiranya kau mengerti akan aku yang tengah berusaha mengerti
di
ri
ku.


11/2013

Rabu, 13 November 2013

by. Ang Jasman

malam belum tumpas lumat di desahmu
rindu masih basah. mari ke utara ajakmu membujuk
pagi segera menghunus api mengorak ulu hati.

di samudera tubuh kita berserah pada ombak yang mengapung
bergulung dalam buih mengarus di gelombang berharap pasang
doa-doa tak mengubah kita jadi ikan atau kepak camar melayang.

di sini laut mencuri airmata pinjamkan saja kelopak atau isyak
debur di batu-batu karang merampok rintih perih kita, berikan saja
tak perlu lagi mampir minum
kita adalah laut
kita adalah air
tubuh kita adalah minuman bagi tenggorokan kita
menganga sepanjang perjalanan.

2013

Sabtu, 09 November 2013

by. Ang Jasman

sering kaki mendepa bertalu mengetuk waktu dan hatiku.

mana mungkin di bening matamu berenang-renang mataku
mana mungkin di teluk bibirmu menari-nari bibirku.

pasti kau nganga lembah menggemakan swara.

mengembalikan hening sajakku menjadi emas
mengapungkan kapas larikku di sela hijau subur.

hari inilah janji yang kau perjanjikan
kau berikan milikku yang tak pernah hilang
harta karun yang terkubur di dasar nafasku
mendesah bersama degup pertama.


11/2013
by. Ang Jasman

tak perlu tanya-pinta, kata itu ruah melimpah
setiap desak di muka pintu terbuka dan jendela
bahkan sebelum dikuak
bahkan sebelum diketuk.

begitu saja.

mencumbu pinta dituliskan
di larik-larik jejakmu
di bait-bait perjalananmu.

ya begitu saja.

di beranda segala cerita berawal.


11/2013
by. Ang Jasman

tak ada lagi tanya, lesap
udara ungu tuba, mencekik nafas
sedang kaki tak henti merenda langkah
jarak tak soal lagi
waktu tak peduli lagi.

di ruang ini keluasan merupa belantara
benih-benih yang dulu ditanam
menyapa sebagai duri, terkadang buah.

dalam usaha meraih hari, kau mengerti
pinta dironce menjadi doa-doa, kesia-siaan cuma.


11/2013

Rabu, 06 November 2013


by. Ang Jasman


kau tebar jaring di siang terik yang menawarkan janji 
kedua kakimu sekukuh tiang perahu, kulitmu legam 
angin diam, tak ada pusaran mengacaukan.

saat itu kau gelar syukurmu menari di luas lautan 
tersembunyi di sudut-sudut bibir anak istrimu.

camar dan elang laut mengapung di atas sana
mengamini bisik doamu di sisa tangkapanmu.


11/2013

by. Ang Jasman


jalan di sana itu 
tak bosan menunggumu meski hiruk memikuk
aspal tebal hitam dan licin membuang segala sampah dan hujan ke tepi
selokan pun menari dalam irama lancar atau mampat.

tapi panas menyengat di kakimu tak seramah dulu lagi
ketika tangan mungilmu dalam genggam rasa kasih dan perlindungan Bunda 
ketika debu, kerikil dan kaleng bekas di sana-sini tapi rindang pepohonan melindungi kepalamu
tak ada lagi kini pepohon itu berganti hutan beton, melotot dan panas.

jalan dan kakimu satu kini, meski
bahkan dirimu menjadi debu di langkahmu sendiri.

perjalanan menuju titah dan doamu meranumkannya pada waktu.


11/2013

by,. Ang Jasman


seringkali riak-riak hari mengubah wajahmu 
diam-diam mengusir kemanisan di sudut bibirmu 
dulu disana begitu madu menjadikan diriku semut 
tak sabar pada hari untuk berebut

seringkali desir hari memperayu matamu
terpesona aku berenang di danau hatimu.


11/2013

by. Ang Jasman


serupa pagi-pagi yang telah uzur di arus waktu
pagi datang lagi dengan tulus dalam kelembutannya 
maka bibirmu melukis senyum
telah kau sibak 1000 aral di depan langkahmu
sakit, duka, derita tak kau ubah jadi benci
getir, pahit, kecut tak mencuri kemanisanmu.

kau lukis terus wajahmu dengan warna-warnimu
dalam bentuk jajaran genjang, persegi, atau distorsi
aneh memang tapi matamu senyum bangga
“tak kuserahkan kuas ini pada sesiapa
wajahku di kanvas adalah wajah di kehidupanku.”


11/2013

by. Ang Jasman

sabtu kini dan minggu esok kau istirahatkan kepakmu
kau rehatkan kakimu setelah sepekan riuh berburu

sedang tubuhmu tetap setia memompa darah ke nadi-nadi
dan batinmu bersyukur sebelum pikiranmu menyadari

kau mengerti kini betapa indah hari-hari buat diabaikan
kau bermadah kini hatimu bukan batu atau besi berkarat


11/2013

by. Ang Jasman

hujan sore ini telah mencuri senja kita
membawa kabur lembayung yang menggurat bibirmu
tapi disisakannya kebersamaan melimpah ruah 
bincang pun berlanjut di antara ubi cilembu, goreng pisang 
dan selalu juga kopi panas, cappuccino dan teh manis

hujan mengumpulkan hati yang tercerai berai
meski lembayung tak mengusap wajah kita


11/2013

by. Ang Jasman

hujan terindah sepanjang hidup telah terjadi semalam
dalam bening mimpi dimana hijau tanaman menyelimuti 
bukit-bukit dan savana, dan tetunas bertumbuh di reranting
dan cerah pagi membisikmu dengan santun
‘setiap pikiran positif mengayun langkah ke arah cahaya’
meski kau pun tahu, kata yang terucap tak ada penghapusnya
dan kau cuma bisa memaafkan dirimu.


10/2013

by. Ang Jasman

wajahmu sendiri tampil di cermin bukan sesiapa
kali ini kau heran dan tertegun beberapa lama
aku telah berubah ini bukan aku yang kemarin, bisikmu

hari-ke-hari kau serupa daun-daun gugur itu, menjadikan
dirimu sekarang dan kelak mengarahkan layar perahumu
menuju dermaga yang kau kira kau tahu

hari inilah kelakmu itu, dan kau lagi-lagi terperangah
telah tiba di dermaga yang tak kau bayangkan.


10/2013

by. Ang Jasman

wajah yang kau kenakan hari-hari tak melarung mukamu
musim menyelinap di lipatan keriput waktu kuat kukuh

doa-doa tak meluruskan matamu di semenanjung itu
telah hanyut ruang-ruang kosong di tarian gelombang

berpilin salam melibat hari makin membenam di jemari kakimu
serupa kepak elang merindu di ketinggian kepundan hijau

kakimu terus saja menyelusup di sulur-sulur nadimu
membenahi belulang yang bersiap membabar cerita

begitu jauh meski tiap saat kau usap pelupuk matamu
hatimu diam-diam menyerap porimu meninggalkanmu.


10/20013