Selasa, 30 Oktober 2012

CERITA SEORANG LELAKI


Malam. Seorang lelaki berjalan bersama bulan
cengkerik berderik di rerumpulan basah
seribu cerita mendongeng di kepalanya.

Sepasang kakinya terantuk-antuk bebatuan
jalan lurus menanjak menuju jelaga
pepohonan hitam daunnya sudah lama lelap
 langkahnya terasa tak pernah beranjak.

Oncor di sudut pagar seperti mau berkata
rumah hanyalah persinggahan sunyi
tak ada kehangatan yang tersisa disini
“Kamar ini tak menyimpan lagi cerita tentang kita”.

Dicarinya  di antara lipatan pakaian dan lemari perabotan
di antara celah buku yang berjajar rapi
dan kertas catatan bertumpuk debu
"Di hatiku kah kau kekasihku?
Kau pernah disini bercumbu dengan waktu dan lampu
dan wangi tubuhmu masih tertinggal di ruang ini
Atau haruskah aku berkata-kata dengan doa?”
Kelam makin tenggelam tak ada lagi yang terluput
malam makin sendiri dipelukan larut
Dibiarkannya jendela memandang rembulan.


10/2012

BASUH AKU DI WANGI SENYUMMU


Binar matamu di mimpi semalam masih lekat di kemejaku
Dan wangi senyummu. Ketika kusibak tirai jendela
Mentari lebih cemerlang dari kemarin dan angin sepoi
Meminang layar perahu berkepakan di sayap camar
“Katakan, dimana dermaga pertemuan bagi perahu-perahu kita
Sebelum angin mengendap dan lumba-lumba keburu pulang.”

Mimpi sembunyi di lipatan selimut berlari ke punggung mentari
Dahan tak lagi memberi buah sedang dedaunan sudah lama gugur
Kupungut satu demi satu harapan yang tercecer di antara kerikil
Sudah lama doa berganti dzikir yang menggigilkan bibir dan lidah
“Nafas yang kuronce saban pagi sudah di penghujung tali
Mari kita simpul ujung rangkaian ini. Kembalikan pada Empunya
Sebelum tagihan datang atau direngkuh paksa dari pusara dada kita.”

Kita pun gegas melayang ke bukit-bukit diiring seribu kupu dan merpati
Berpilin irama La Paloma yang dulu dikenalkan bunda di senja ranum
Hanya kenang kini menjadi teman sejalan dan langkah-langkah.

Binar matamu itu menikam di kemejaku ketika damba makin haus
Basuh aku di wangi senyummu.


10/2012