Kamis, 13 Juni 2013

/ang jasman

engkau benar, kawan
jalanku bukan jalanmu, jalanmu bukan jalanku
namun kelak kita akan bertemu di rumah abadi, bukan?

kau percaya? aku entah, kawan
saat itu kita tak lagi menyandang tubuh wadag
tak ada lagi lidah untuk mencecap dan berkata-kata
tak ada lagi mata untuk saling menatap dan memandang
tak ada lagi tangan untuk saling menggenggam
tak ada lagi kaki untuk melangkah bersama.

jadi kehidupan macam apa kelak
sedang disini kau enggan berbagi.


6/ 2013

/ang jasman

di sepanjang malam-malam temaram kau sembunyi
mendekap lusuh hatimu di bawah bantal
di setiap malam-malam purnama kita menatap sunyi
semburat senyum rembulan yang sama


6/2013


/ang jasman

kau pasti mengira aku tersesat
kakiku memang tak melangkah di jalanmu
usah risau kawan
ayunkan terus langkahmu
perhatikan saja kakimu, jangan terantuk
di terminal itu sengal nafas kita bertemu


6/2013

 /ang jasman


ingin kubuka sepenuh hatiku satu-satu kancing hatimu
dengan takzim menarik turun resluiting perasaanmu
agar kau bisa memandang dan mengenali carut-marut diriku
sebelum aku ditarik mengapung doa-doaku sendiri ------


4/ 2013

Perempuan Berbisik di Almanak

/ang jasman

dulu pernah kutulis sajak di wajah batu ini
ribuan kata berlompatan mencumbu hari
dan menjadi prasasti.

kini jerit tangis anakku adalah musikalisasi puisi
nada-nada bening di kesendirianku
dan gerutu keluh suamiku jadi epitaf sunyi.


3/2013

"Perempuan Berbisik di Almanak"

PERTEMUAN MALAM

/ang jasman

Selaksa lelaki memadati sudut jalan satu demi satu
mulut mereka mengatup beku dan mendadak bisu, sedang
wajah-wajah mereka hilang bentuk berubah menjadi serupa
seperti kutukan suci yang melenakan.

Seiring degup napas yang makin beraturan
badan mereka saling menyerupa dan bermiripan
sama tinggi menggapai langit dan bukit-bukit
sama rendah membelai padang dan sungai-sungai.
kulit mereka berteman mentari berwarna tembaga
saling berpantulan dalam bahasa cahaya.

Setengah tubuh mereka tertanam di lempung panas
di keluasan padang yang menganga dan terik
di tiap helai rambut mereka ada cerita yang melata-lata
mencari akar, menyusup sulur tanaman lalu menghuni
bulir pepadian, buah-buah segar dan sayuran di panci-panci.

di bulan ke sembilan di purnama paling emas
gelembung-gelembung ranum muncul berletupan
di kepala mereka lalu menguap ke angkasa dihantar dingin
angin diam beku memeluk tanah seolah kehilangan
dan terpaksa merelakan perjalanan kerinduan.

Seribu bintang gemintang menarikan irama sukacita
mempertemukan Sang Kekasih di kedalam diri dan hening
maka sepi diam-diam menyebar di pucuk-pucuk bunga
menyimpan kisahnya sendiri di desir angin paling rahasia.


1/2013