Sabtu, 21 Desember 2013

MASIH DI TELAPAKMU

by. Ang Jasman


masih di telapakmu surga itu, bunda
biarkan kami menikmati istirah damai
di sana bersama debu-debu dan kutu air.

kasar telapakmu mengajari kami hidup
dengan langkah angin dan segala gemerutuk
menembus dingin di gigi yang bergemeretak.

di putih rambutmu awan berseliweran tergagap
menghitung kasihmu tak terbilang putih hatimu
memeluk tatar priangan kita.

betapa cintamu pada dewi pohaci
membasuh wajah kami dan juga hati.

2013

PUN AKU SENYUM

by. Ang Jasman


pun aku senyum di senyummu pagi ini
katamu pagi tak selalu sama
ada keindahannya sendiri
ada misteri di kotak pandoranya.

maka kau menjemput rejeki di kepakmu
menyeret mentari di kakimu meski
sepatumu dedel duwel dan bolong
hanya kau sendiri tahu.

kau pun senyum di tiap tetes keringat
cerita yang kau renung sendiri
di muka sayur bening dan sepiring nasi
mentari memuai sepanjang hari ini.

ah, tak pernah kau mutung pada angin 
meski janji masih juga misteri yang sepi.


2013

SELALU DIAWALI HAL YANG SAMA

by. Ang Jasman


selalu diawali hal yang sama
mentari menyapa di ufuk timur
banyak kisah ditulis di lembarannya
seperti pena di tanganmu itu.

kau menulis salam pada semesta
dengan rasa syukur yang terus melata
"aku cuma punya niat baik," katamu

semesta selalu penuh perhatian
tak dibiarkan hal-hal buruk mampir di benakmu.

roda-roda berputaran
angka dan aksara berkelindan
suara-suara memadat hari
lesap
dinding pucat yang termangu
seringkali hati kehilangan hati.

"kugelar seribu cerita di wajah semesta
kelak, saat menginjak pelatarannya."

kau pun melenggang di harimu.


2013

MIMPI MIMPI

by. Ang Jasman


mimpi-mimpi teronggok di sudut kamar
dalam peluk sarang laba-laba dan bantal
basah airmata dan keringat tersisa.

subuh sudah lama kehilangan sengat.

kemarau merayap menyibak musim
menarikan gugur daun
membisikkan desah wewangi semesta.

dalam diam yang panjang dan senyap
memekar mimpi-mimpi yang tergelar dan tua.

subuh sejak lama merindukan berkat.


2013
by. Ang Jasman


kita dipertemukan nasib
sama memuja perempuan itu.

kita dipertemukan hari
sama menumbuk di lesung kata

kita dipersatukan hati
sama menyusu pada puisi

kita diperuncing mentari
sama menulisi catatan kaki.

2013
by. Ang Jasman


kau pun terjaga
seekor cicak menguping lirihmu
"terimakasih di hari baru ini
aku menapak lagi di senyummu."

lagi kaki mengacu arah
sukacita memekar
di bumi saat ini
di tanah kekinian
di aqsa pijakan ini
perjalanan penantian
sunyi mengiri.

ke langitmu doa-doa mencumbu
awan menarikan tetabuhan mentari.

2013
by. Ang Jasman


tak kutemukan sajak di relung-relung tubuhmu
bibirmu yang akrab kusetubuhi membisu pada langit
gelinjang tubuhmu terseret gempita tsunami
ingin kujunjung punjung segala gairahmu
sebelum senja digulung kelam paling durjana.

tak kutemukan tubuhmu sedang jemari tak henti menulis
sajak-sajak yang merindukan gemuruh tubuhmu.

2013
by. Ang Jasman


kosmetik merk impor itu cuma memoles kerutmu
kenangku tetap pada tepung beras yang kau tumbuk.

dan tarian tubuh setiap kau ayun alu itu, percik di wajahmu
memancing kagumku pada cantikmu.

kau warnai hari dengan hijau pupus kebayamu
dan sintal tubuhmu dalam lilitan batik pekalongan, ah.

bergulung-gulung cerita mengalir dari wangi tubuhmu
menggenangi hari-hari tanpa deru dengan hatimu.

dan almanak pun memerah seluruh oleh gincumu
oleh rindumu hati pun berderai-derai menari.

2013
by. Ang Jasman


kau kenakan sayapmu ketika bayang mengetuk beranda
adakah ketergesaan memacu kemarahanmu atau
kebencian membuncah di seluruh lantai rumah.

terbanglah saja jika kepakmu melepaskan kepengapan
jemput riuh angin dan tarikan mega-mega
damai yang kau damba ada di balik bukit-bukit.

hinggahlah hanya di padang savana yang hijau merunduk
jangan henti di terik siang di dingin malam
hatimu sendiri adalah mata-air segala hausmu.

beranda tua itu makin tua, usah hirau
terbanglah saja, terbanglah, serahkan dirimu pada kepakmu
tinggalkan saja dia yang terkapar di guguran waktu.

2013
by. Ang Jasman


tikam aku di bilah rindumu
kusesap tiap anyir tangismu.

sayat aku di jelujur cakrawalamu
kupeluk resah degup jantungmu.

habisi aku di panas mentarimu
kuapung nyawaku di samudera hatimu.

kini atau kelak apa bedanya.

2013
by. Ang Jasman


aku telah berdiri lagi di sini
hari terus melata hingar bingar makin jadi
bus datang dan pergi lagi dalam sekejap
orang-orang datang kemari dan berebut
bersidahulu pergi
sudah kubelikah tiket, aku lupa.

tak ada celoteh cerita digelar
wajah-wajah menyimpan kisahnya sendiri
kota yang bersikejar waktu
nasib yang tak pernah lugu.

putaran roda menjadi degup nafas
berpacu melawan lelah.

2013
by. Ang Jasman


baiklah kupasang sebuah tangga di dagumu
kupanjat tebing bibirmu kusembunyikan mimpi
di sudutnya.

baiklah kularung rakit ini di perigi airmatamu
kuhitung setiap genangan rindu hingga ke tepi
sambil menunggu rembulan bulat lagi.

baiklah kuayun langkah di gigir harapmu
kupacu angin paling badai di musimmu
sembari merebahkan nyawaku di nyawamu.

2013
by. Ang Jasman


kembali kau melintas
di sini
di mataku.

beri aku kata-kata atau pena
wajah yang sayup di dekapan waktu
sedang remang terbata-bata.

bisikan lagi
sekali saja lagi
sebelum lupa melipat semua kenang
dalam sebuah album tua dan usang.

ah, kunang-kunang yang lelah
kerlipmu lesap di desah nafas.

2013

Rabu, 11 Desember 2013

by. Ang Jasman

bulir-bulir emas tersemat di tepi senyum
langit dan mentari semarak kekuningan
batang padi diam merunduk malu-malu
cicit 1000 pipit mericaukan doa-doa
apalagi yang dapat dikatakan
bibir ini kelu beku bisu
tuhan
bahkan nurani mendahulu berbisik
di telingamu
'terimakasih ya terimakasih'


2013

Sabtu, 07 Desember 2013

by. Ang Jasman

sepasang tali di cabang kersen, terjulur
sebuah ayunan tergantung dalam sunyi
masih kemarin kulihat kau di sana
berayun-ayun di hari-hari paling kering
sebelum musim hujan kali ini.

di kerindangan kersen ini, ada bayangmu
berkelibat menarikan masa lalumu
menyelinap di celah ranting kering
namun tak ada kisah tersisa.

seribu bayang mengendap dalam kesuraman ini
lirih suaramu cuma yang berbisik-bisik
meminta hari esok yang masih dini
kau begitu kuatir kehilangan langkah dan hari.

sedang di sini aku tak henti memamah hitam gelap ini. 


2013
by. Ang Jasman

cayamu tak pernah meredup
cerlang mentari tak sanggup melumat
sinar-sinar menghangatkan ranahmu.

dalam hening di pelataran pusat hatimu
sukmamu mengapung di ruang-ruang beranda
merindu tawa renyah semua kerabat.

orang-orang telah pergi satu-satu
meninggalkan rumah
keluar hotel dan losmen
atau turun dari kereta
langkah-langkah yang was-was
mencari alamat.

kau pun
tak membangun rumah di jembatan.


2013
by. Ang Jasman

gairahmu merupa bara di tiap jejakmu
dzikir yang kau semat di sepertiga malam.

gairahmu mencium tiap kerikil di telapakmu
juga duri, beling bahkan paku yang bertebar.

gairahmu bertalu di tiap hati yang kau temu
ajakan menatap mentari sepanjang hari.

gairahmu berserah pada bumi
bunda menghidupi seujud hati.

ijinkan gairahmu mencumbu gairahku sekali ini
atau serahkan saja sedu sedanmu di sini.


2013
by. Ang Jasman

dan kau tulis kata-kata
di biru lepas kotamu
hatimu sendiri
kirmizi merah dan ranum.

di siang yang diam
berkawan orhan pamuk
dan sebatang tableron pekat coklat.

hari-hari pun menyusun lembarannya
bertudung tiap kata dalam warna kirmizi.

terimakasih saja tak cukup
kupahat syukur dengan tulus
di atas langit Jalan Granting



2013.
by. Ang Jasman

hatimu tak terbantun, percayalah
meski mentari melepaskanmu dari ranting
kau pun mengapung diayun desir.

di telingamu
kerisik pun menjadi melodi
di tubuhmu
setiap gerak menjadi tari
di senyummu
segenap kulum berderai-derai
di tiap relung benakmu menyimpan meditasi.

di cerlang matamu kau rayakan
segala keluh
segala desah
berkejaran di sela nafas semesta.


2013
by. Ang Jasman

Setiap daun punya cerita indah ketika layu tubuhnya memudar lalu melepas dari reranting dan menyentuh tanah setelah melayang-layang sesaat. Ia terkenang pada desir yang menarikan panas kemarau. Basah embun menyapa lembut hingga hangat mentari memisahkan. Derai hujan masih terngiang dalam bayang serba putih dan dingin.

Sepasang sepatu punya riwayat dahsyat dalam tualang keseharian bermandi debu dan menerjang kerikil. Meski tak dibasuh kilap semir dirinya masuk keluar lobi, ruang seminar, dan aula-aula meriah di mana pesta digelar. Kenang membuatnya bangga meski kini tergolek berselimut debu di bawah anak tangga kayu.

Secangkir cappuccino tersenyum riang bersisian dengan setangkup roti berlapis keju. Ada cerita yang disembunyikan dalam kepul hangatnya. Seperti gandum pada roti, ia bangga menghantar sejumput kopi berbaur krimer. Ada kehangatan yang dicptakannya di tubuh lelaki yang menyruputnya setiap pagi.

Seorang lelaki tak lagi muda, terpaku memandang dedaun yang melayang di derai-derai mentari. Di depannya cangkir kopi yang kosong dan remah-remah roti dan keju. Sepasang sepatu yang setia menatap dirinya dari kejauhan, di bawah tangga kayu itu.


2013
by. Ang Jasman

wajahmu sendiri tampil di cermin bukan sesiapa
kali ini kau heran dan tertegun beberapa lama
aku telah berubah ini bukan aku yang kemarin, bisikmu

hari-ke-hari kau serupa daun-daun gugur itu, menjadikan
dirimu sekarang dan kelak mengarahkan layar perahumu
menuju dermaga yang kau kira kau tahu

hari inilah kelakmu itu, dan kau lagi-lagi terperangah
telah tiba di dermaga yang tak kau bayangkan


/2013

Sabtu, 23 November 2013

by. Ang Jasman


dan kau kencangkan ikat tali sepatumu
sebelum langkah pertama : berjalan atau berlari
berserah pada hari yang selalu mengulur jabat.

dan kau telah memilih sepatu paling kuat
karena kau tahu duri tak bisa ditebas tuntas
selalu tumbuh bahkan di jalan dan taman.

dan kini ayun kakimu jadi tarian hidupmu
maka meliuk-liuk lah kau dalam tubuhmu
sebagai syukur kau sembahkan peluhmu.

kaupun luluh menyatu di tetabuh dan tarianmu.


2013
by. Ang Jasman


ke mana pun mata dibingkai, kau mawar di ambang
di pisauku, durimu indah meluka di bibir hari.

terpaku di sini di pusat mentari tak beranjak
tinggal gumam berjejal di tenggorokan waktu.

tak ada sesat mencuri langkah semua terus meniti
tertatih di benih darah yang ditanam sendiri.

atau berserah pada gapit yang menghimpit.


2013
by. Ang Jasman


kau curi juga teduh langit di musim penghujan ini
kau sisakan kerontang panjang di debu-debu kemarau.

akankah musim-musim berkicau lagi tentang kita
tentang senyum yang bertebar di taman-taman kota.

kau bungkam juga semilir di dedaun depan beranda ini
tak lagi ada tarian embun di pucuk-pucuk menanti mentari.

baiklah. kuendus lagi jejak yang dulu membawaku kemari
serupa srigala terluka yang pulang tertatih ke kandang.


2013
by. Ang Jasman


mentari membisikmu bahasa murni di ayun langkahmu
pagi sujud besertamu mengucap syukur kepada illahi
satu hari tergelar lagi buat menakar janji dan budi.

kau berserah pada jempol kakimu menempuh jalan
kau ikuti ia ke mana pun mengarah, dan kau benar
"kita adalah para pejalan," ketika itu kau gosong di api mentari.

kakimu terpesona pada debu dan karang, mungkin jatuh cinta
"jangan pikirkan pulang atau esok hari," kau girang berguling debu
"jalan, arah, rumah telah menyatu di ayun langkah."


2013
by. Ang Jasman


"Telah puas kutertawakan duri-duri waktu, seperti
luka yang sejak dulu kubiarkan menganga."
Senyum perempuan itu merenungi hening taman. Terpekur
menelusuri kenang di antara bebunga dan perdu.

"Selamat tinggal hari-hari mengucur darah," ia bergumam.
Luka menyusup di kedalaman nafas tak dibiarkannya mengiris
hati dan langkah makin tegar tegap. Mengacu
di janji yang menunggu meski kemenangan itu tak dikibarkan.

"Telah kuronce duri-duri itu," segaris senyum di bibirnya.
Serupa pisau yang merobek langit mengucurkan hujan
mencuci jalan itu dari segala debu dan kotoran.
"Tak mesti begitu," ujarnya lirih, "aku masih punya tekad.
Dan itu cukup."


2013

Minggu, 17 November 2013

by. AngJasman


pinjaman selimut bulan telah memberi hangat di malam-malam
pagi ini kukembalikan kepada mentari ketika subuh mencemburu.

lesap sudah sulur hari sepanjang kemarin di sekujur lelah
pagi ini secangkir kopi memanasi darahku membakar benakku.

di gemuruh rona berkas mentari segala kembali ke semula
kuawali lagi tak cuma pikiran dan emosi, bahkan selengkap diriku.

selamat jumpa kawan dengan aku yang baru.


11/2013
by. Ang Jasman


Aku mengerti kau berpeluh sibuk mengetuk mentari
Telah kau buat pintu bagi kemungkinan yang kau undang.

Aku mengerti kau memeluk riang angin yang mendesir
Telah kau kembang telingamu buat denting suara di nubarimu.

Aku mengerti kau mengayun langkah bergedebum menderu
Telah kau ciptakan sendiri sebuah jalan menuju ke sejatimu.

Kiranya kau mengerti akan aku yang tengah berusaha mengerti
di
ri
ku.


11/2013

Rabu, 13 November 2013

by. Ang Jasman

malam belum tumpas lumat di desahmu
rindu masih basah. mari ke utara ajakmu membujuk
pagi segera menghunus api mengorak ulu hati.

di samudera tubuh kita berserah pada ombak yang mengapung
bergulung dalam buih mengarus di gelombang berharap pasang
doa-doa tak mengubah kita jadi ikan atau kepak camar melayang.

di sini laut mencuri airmata pinjamkan saja kelopak atau isyak
debur di batu-batu karang merampok rintih perih kita, berikan saja
tak perlu lagi mampir minum
kita adalah laut
kita adalah air
tubuh kita adalah minuman bagi tenggorokan kita
menganga sepanjang perjalanan.

2013

Sabtu, 09 November 2013

by. Ang Jasman

sering kaki mendepa bertalu mengetuk waktu dan hatiku.

mana mungkin di bening matamu berenang-renang mataku
mana mungkin di teluk bibirmu menari-nari bibirku.

pasti kau nganga lembah menggemakan swara.

mengembalikan hening sajakku menjadi emas
mengapungkan kapas larikku di sela hijau subur.

hari inilah janji yang kau perjanjikan
kau berikan milikku yang tak pernah hilang
harta karun yang terkubur di dasar nafasku
mendesah bersama degup pertama.


11/2013
by. Ang Jasman

tak perlu tanya-pinta, kata itu ruah melimpah
setiap desak di muka pintu terbuka dan jendela
bahkan sebelum dikuak
bahkan sebelum diketuk.

begitu saja.

mencumbu pinta dituliskan
di larik-larik jejakmu
di bait-bait perjalananmu.

ya begitu saja.

di beranda segala cerita berawal.


11/2013
by. Ang Jasman

tak ada lagi tanya, lesap
udara ungu tuba, mencekik nafas
sedang kaki tak henti merenda langkah
jarak tak soal lagi
waktu tak peduli lagi.

di ruang ini keluasan merupa belantara
benih-benih yang dulu ditanam
menyapa sebagai duri, terkadang buah.

dalam usaha meraih hari, kau mengerti
pinta dironce menjadi doa-doa, kesia-siaan cuma.


11/2013

Rabu, 06 November 2013


by. Ang Jasman


kau tebar jaring di siang terik yang menawarkan janji 
kedua kakimu sekukuh tiang perahu, kulitmu legam 
angin diam, tak ada pusaran mengacaukan.

saat itu kau gelar syukurmu menari di luas lautan 
tersembunyi di sudut-sudut bibir anak istrimu.

camar dan elang laut mengapung di atas sana
mengamini bisik doamu di sisa tangkapanmu.


11/2013

by. Ang Jasman


jalan di sana itu 
tak bosan menunggumu meski hiruk memikuk
aspal tebal hitam dan licin membuang segala sampah dan hujan ke tepi
selokan pun menari dalam irama lancar atau mampat.

tapi panas menyengat di kakimu tak seramah dulu lagi
ketika tangan mungilmu dalam genggam rasa kasih dan perlindungan Bunda 
ketika debu, kerikil dan kaleng bekas di sana-sini tapi rindang pepohonan melindungi kepalamu
tak ada lagi kini pepohon itu berganti hutan beton, melotot dan panas.

jalan dan kakimu satu kini, meski
bahkan dirimu menjadi debu di langkahmu sendiri.

perjalanan menuju titah dan doamu meranumkannya pada waktu.


11/2013

by,. Ang Jasman


seringkali riak-riak hari mengubah wajahmu 
diam-diam mengusir kemanisan di sudut bibirmu 
dulu disana begitu madu menjadikan diriku semut 
tak sabar pada hari untuk berebut

seringkali desir hari memperayu matamu
terpesona aku berenang di danau hatimu.


11/2013

by. Ang Jasman


serupa pagi-pagi yang telah uzur di arus waktu
pagi datang lagi dengan tulus dalam kelembutannya 
maka bibirmu melukis senyum
telah kau sibak 1000 aral di depan langkahmu
sakit, duka, derita tak kau ubah jadi benci
getir, pahit, kecut tak mencuri kemanisanmu.

kau lukis terus wajahmu dengan warna-warnimu
dalam bentuk jajaran genjang, persegi, atau distorsi
aneh memang tapi matamu senyum bangga
“tak kuserahkan kuas ini pada sesiapa
wajahku di kanvas adalah wajah di kehidupanku.”


11/2013

by. Ang Jasman

sabtu kini dan minggu esok kau istirahatkan kepakmu
kau rehatkan kakimu setelah sepekan riuh berburu

sedang tubuhmu tetap setia memompa darah ke nadi-nadi
dan batinmu bersyukur sebelum pikiranmu menyadari

kau mengerti kini betapa indah hari-hari buat diabaikan
kau bermadah kini hatimu bukan batu atau besi berkarat


11/2013

by. Ang Jasman

hujan sore ini telah mencuri senja kita
membawa kabur lembayung yang menggurat bibirmu
tapi disisakannya kebersamaan melimpah ruah 
bincang pun berlanjut di antara ubi cilembu, goreng pisang 
dan selalu juga kopi panas, cappuccino dan teh manis

hujan mengumpulkan hati yang tercerai berai
meski lembayung tak mengusap wajah kita


11/2013

by. Ang Jasman

hujan terindah sepanjang hidup telah terjadi semalam
dalam bening mimpi dimana hijau tanaman menyelimuti 
bukit-bukit dan savana, dan tetunas bertumbuh di reranting
dan cerah pagi membisikmu dengan santun
‘setiap pikiran positif mengayun langkah ke arah cahaya’
meski kau pun tahu, kata yang terucap tak ada penghapusnya
dan kau cuma bisa memaafkan dirimu.


10/2013

by. Ang Jasman

wajahmu sendiri tampil di cermin bukan sesiapa
kali ini kau heran dan tertegun beberapa lama
aku telah berubah ini bukan aku yang kemarin, bisikmu

hari-ke-hari kau serupa daun-daun gugur itu, menjadikan
dirimu sekarang dan kelak mengarahkan layar perahumu
menuju dermaga yang kau kira kau tahu

hari inilah kelakmu itu, dan kau lagi-lagi terperangah
telah tiba di dermaga yang tak kau bayangkan.


10/2013

by. Ang Jasman

wajah yang kau kenakan hari-hari tak melarung mukamu
musim menyelinap di lipatan keriput waktu kuat kukuh

doa-doa tak meluruskan matamu di semenanjung itu
telah hanyut ruang-ruang kosong di tarian gelombang

berpilin salam melibat hari makin membenam di jemari kakimu
serupa kepak elang merindu di ketinggian kepundan hijau

kakimu terus saja menyelusup di sulur-sulur nadimu
membenahi belulang yang bersiap membabar cerita

begitu jauh meski tiap saat kau usap pelupuk matamu
hatimu diam-diam menyerap porimu meninggalkanmu.


10/20013

Minggu, 20 Oktober 2013

DAN SENJA MULAI LURUH

by. Ang Jasman

dan senja mulai luruh membawa kakiku ke dermaga tua ini
kamar-kamar apartemen bercermin laut serupa kotak hitam
tak terasa angan makin menyusup ke relung hati yang jauh.

langkah-langkah dibayang senyap dan kepak sayap camar
riak ombak menghempas tiang-tiang dermaga berdentuman
menyatu lirih keluh Chairil, "Kali ini tak ada yang mencari cinta.."

adakah cinta atau diriku yang lepas di sela jaring-jaring senja
dilabuhkan sebuah jukung yang menyongsong gelombang
menyisir teluk makin jauh tak menjanjikan tepian.

langit makin tak peduli, wajahnya menjelaga dan kelam
tinggal cuma kerlip bintang dan bulan pasi di sudut matanya
langkah makin sendiri, menguntai jejak panjang di pasir basah.

mentari sudah lama menyusup dipelukan garis cakrawala
terasa diri yang sendiri, sepi, piatu di keluasan semesta
tak ada sesiapa meski sebatang rokok atau secangkir kopi.

telah ditulis pesan di atas karang, kata-kata yang tersisa
puisi yang terbuang seperti sobekan kertas yang diremas
ditelan riak ombak dan bau garam yang enggan melepas.


10/2013

MENUNGGU

by. Ang Jasman

makin diam malam di gulita yang batu
terasa jadi terasing di kesendirian kalbu

tak ingin lagi kata bertutur
tak hasrat hati berbaur

dalam bisu-kelu segala menunggu
bayang bulan di dalam pasau.


10/2013

SESOBEK KERTAS

by. Ang Jasman

ada sesobek kertas catatan 
mengapung di kolam
di riak pagi yang basah
di sana namamu bertahan. 

ada serobek hati di dada
menulis di kertas catatan
di kabut pagi yang pekat
tergores lirihmu sayup.

ada sesobek kertas catatan
wajah yang kau sisakan.


10/2013

SISA PURNAMA

by. Ang Jasman

di sisa purnama pagi ini
rembulan memucat
doa-doa berkepakan
di hangat mentari.

jalan-jalan kota telah menjemputmu
asap kendara dan bising menyambut

di tiap dengus langkahmu
kau tebar suara merdu anak istrimu

di tiap derai kerjamu
kau peluh dan riangmu.

di awal pagi ini kau menggeliat
di kepul hangat cangkir cappuccino.


10/2013

DENTING

by. Ang Jasman

maka berserah ia
dalam peluk senyap.

angin diam
semilir terhenti
pucuk bambu kaku
merayap dari kejauhan
swara hening
mengisi hari
tak berbagi.

denting
mengaliri nafas
menyibak dada
menyesap semesta
dengan hati
paling 
bening.


10/2013

GERAH

by. Ang Jasman

kawan, terima saja gerah ini 
tawakal dan pasrah saja
panas ini cuma percik kecil dari neraka.

baiklah kita tunggu
pandai besi membuka tungku
memalu matahari dengan martilnya
tapi awas, 
jangan dibuat pipih 
bisa leleh salju di kutub.

dan nanti kita harus menunggu
lelaki perkasa bernama Nuh.


10/2013

PAGI YANG MENGGELITIK

by. Ang Jasman

gelitik itu terus saja menari-nari, tak jemu-jemu
padahal kau yakin betul pintu dan jendela rapat tertutup
ah tentu kisi-kisi sialan itu, dan kau menggeliat bangun
bersama gerutu, beginilah jika kost di dapur tetangga.

lalu kau bayangkan gereh yang terkapar di minyak panas
tentu dia seekor ikan yang bahagia, dulu
mengapung di kedalaman laut
hingga jaring memisahkan dari sodara-sodaranya.

kau singkap jendela dan tampaklah susunan bata dinding tetangga
batu bata ini pasti senasib gereh itu, matamu diterpa warna merah
lempung yang entah dari sawah mana
berpindah rupa melalui tangan-tangan
serupa gereh yang ditangkap tangan-tangan.

bau gereh itu sudah pergi kini, kau pun menjerang air
secangkir kopi termangu di depanmu dengan kepul 
pasti dia datang dari jauh, mungkin dari bukit-bukit
di Lampung, Siantar atau Toraja
ya serupa gereh dan batu bata merah itu, pikirmu
menggelinding dari tangan ke tangan.
sesaat lagi kau hangatkan perutku, bangkitkan otakku
serupa gereh itu mengisi perut si Udin yang berleleran ingus
dan batu bata merah itu diam-diam menyaksikanmu.


10/2013

MIMPI-MIMPI BERLARIAN

by. Ang Jasman

mentari di bibirmu pagi itu menghangatkan pipiku
dan riuh Boulevard Saint Michel menari riang di dadaku
"kau tentu rindu mataharimu," teduh matamu mengerjap
"di sini pasti kau bernafas seperti di dalam kulkas."

aku senyum, lengan kiriku mendekap tubuhmu
dan kau memeluk pinggangku dengan erat
ah, dedaun itu gugur menjadi karpet di kaki 
ada kehangatan menyelinap di antara kita
seperti musim panas tahun lalu di Bordeaux.

Seine mengalir di antara kaki mengingatkan pada Apollinaire
dan Jembatan Mirabeau, "di sini cinta kita mengalir."

"Jacqueline, cinta kita bermuara di Atlantik."
"Non Angdev," kilahmu lembut, "il finira a Laut Kidul."
"Laut Kidul?"
"Oui, Indien Ocean," kilahmu lagi dan aku pun meledak tertawa.
dan kau merasa geli sudah mempermainkan aku.

Dan suara kita pun bertalu-talu di tembok-tembok kota Paris
mengiringi hati kita yang mengapung riang.

Ah, Jacqueline.
"Kau lupa ya kalau aku mahasiswi sastra jawa?" ujarmu kemudian
di gigir telingaku, dengan kemanisan yang tak kuingin berlalu.
Lalu kita pun baring menghadap langit
di sana mimpi-mimpi kita berlarian seperti bermain petak umpet.


10/2013

Minggu, 13 Oktober 2013

NUH

by. Ang Jasman

demi cinta, ayo, ulurkan tanganmu
raihlah hatiku dan mari kita masuk ke dalam perahu Nuh
dengarlah panggilan yang merdu 
biarkan bumi tenggelam dalam cerita lama
duka itu akan membasuhnya ke beningnya kembali.

baiklah, kita nikah di depan Nuh
tak perlu wali atau saksi kecuali pasangan hewan-hewan itu
yang mendengar panggilannya dengan pasrah.

dengarlah seribu suara simfoni mengaum, melengking, mengembik
melolong dan bercericit dari sebuah perahu yang menarikan gelombang
menuju langit terbelah di sana tuhan tersenyum.

kekasih
kau dan aku, adam dan hawa kedua.

10/2013
by. Ang Jasman

kau pun menguak awal pekan
terbersit bisik di dada, syukur yang tak terucap

kau pun mempertebal harap dan tekad
aral di depan langkah adalah pertanda
pergumulan hidup yang tersedia hanya
bagi pemenang

kau pun melangkah
menjemput kemenangan itu

atau cuma senyum terhadap kekalahan
kau pun yakin dapat mengubahnya 


10/2013

by. Ang Jasman

selalu ada kebersamaan
meski tanpa sentuhan.

selalu saling bersitatap
di sebalik kebermaknaan.

selalu ingin menyapa
bersibuk meraba-raba kata.

perjalanan busway terlalu singkat
sedang hati tak usai menggumuli tekad
aku simpan kenang meski senyum dan samar
bayang wajahmu.

ah, gadis bersayap malaikat di kepadatan bus
kau tinggalkan kepak dan wangi parfum cuma.


10/2013

*sekedar belajar menulis sajak.
by, Ang Jasman

senja menggamit gerimis alit
dengan sukacita bunda burung
dibawanya sekepal rejeki.

ah, mana kepul cappuccino itu
tak mau aku termangu
meski desir dingin membujuk rayu.

tapi sore ini tak ada mentari
melompat-lompat di garis langit.


10/2013

by. Ang Jasman

mentari tak menyisakan salam pamit senja ini
serupa pergimu yang diam
dan petang menyerah dicekik malam.

kerlip lampu jalanan di sepanjang tepi jalan
serupa kunang-kunang di sekujur hatimu
malam yang setia merangkak perlahan.

dedaun merunduk dalam damai tidur
serupa hatimu yang penuh syukur.


10/2013

by. Ang Jasman

tentu saja
kau dan aku sebagai pewaris wiweka 
dari pelajaran buah terlarang itu
diminta mengeja lembaran baru kitab kehidupan pagi ini
yang digelar mentari saat mengirim berkas-berkasnya 
di awal hari.

dari arah mana pun kau membaca
sejatinya, aksara itu sudah terpateri di sana
di sanubarimu
di tetes darah yang menghidupimu
sejak tangis pertamamu.

ah, kita memang suka lupa
membuka lembaran kitab.


10/2013

By. Ang Jasman

maaf aku tak menimpali sekedar senyum sekalipun
saat kau lirih berbisik, "selamat jalan..."
aku keburu menghambur ke peluk Sang Cinta..

telah kucukupkan hari-hariku untukmu
meski sekedar kata-kata kecil di status ini.

langkahkan terus harimu di jalanmu, kawan, usah hirau
aku terlalu bahagia di pangkuanNya.


10/2013

by. Ang Jasman

saat kau sibak tirai bayang kekasihmu
kau pun tertegun, ah, senyum itu selalu
menjemput mentari
mengurai awal hari di warna-warni hati
amboi...

ada syukur terselip di tipis bibirnya yang kirmizi.

10/2013

By. Ang Jasman

saatnya mengendalikan pikiran, ujarmu
ketika kau menyesap hening pagi yang menyegarkan dadamu

ya seringkali 
wajah orang-orang itu dan masalah-masalah lalu 
menarikan emosimu 
membatukan hatimu 
menelikung kakimu
kau tersesat

saatnya menjadi tuan atas pikiran, ujarmu lagi.

10/2013

CAPPUCCINO

By. Ang Jasman

kau sruput cappuccino 
adalah hidup
gairah
cinta

aku reguk cappuccino 
adalah kenang
mewarna
masa depan

selalu
kita tarikan pelangi
di dasar cangkir
cappuccino.

10/2013

PARIS MUSIM GUGUR

By. Ang Jasman

oktober terus menggugurkan daun-daun dan taman pun
kehilangan hijau
di jardin Luxemburg sepatu timbul tenggelam di kuning merah guguran dedaun
warna yang ingin memerahkan hati di jelujur musim dingin nanti
tapi angin keburu menawarkan dirinya
mengelus, menyapu, mendekap tubuh yang mulai gigil.

Paris, dalam musim gugurmu aku terpekur.

dari satu cafe ke cafe mencebur di kehangatan kopi secangkir
mimpi berenang di sungai kesendirian.
jalan bebatu di depan sana itu tertata serupa hati yang tersingkir
membawa suara tawa canda sepasang manusia yang mangkir
tak ada kepak merpati di musim ini.

Paris, hangatkan aku di musim dingin nanti
atau biarkan aku mengejar matahari.

*dari catatan kecil "Aku dan Paris"..

KENANGAN PADA SI MBAK

by Ang Jasman

mentari baru naik ketika kutulis sepotong surat
terbayang wajahmu yang ranum senyum
dan matamu yang menyipit saat menyertai tawa.

di senyum itu aku terperoksok
kau segera menarik tanganku sebelum tersungkur.

sejak itu derai tawamu membuat hari-hariku tak susut.

tak apa kau berutang dulu, katamu membuat iri
pengunjung warteg lainnya yang lahap. tukang-tukang
dengan duit pas-pasan di dompet lusuh dan robek.

sekarang kau bisa menulis tanpa perut kosong
ujarmu, bau bawang pun goreng segera mengapung
diam-diam aku mencuri senyum dan sipit matanya
tak lagi kuinjak warteg ramah itu
aku memikirkan larik-larik yang bakal mampat
kehilangan dentam-dentum tetabuhan perut.

kata-kata cuma menembus dinding sekat
dengan perut koyak dan pikiran moyak.

atau, tak satu kata perlu ditulis. 

9/2013

NYANYIAN KABUT

By. Ang Jasman

Bagi dua hati yang berjodoh,
Jauh bukan jarak 
Lama bukan waktu 
Tak ada cinta lain yang mencerai
keduanya.

Tapi kau hari
Tapi aku malam
Ada senja di antaranya
Atau kabut yang menangkup.

9/2013