Minggu, 20 Oktober 2013

PAGI YANG MENGGELITIK

by. Ang Jasman

gelitik itu terus saja menari-nari, tak jemu-jemu
padahal kau yakin betul pintu dan jendela rapat tertutup
ah tentu kisi-kisi sialan itu, dan kau menggeliat bangun
bersama gerutu, beginilah jika kost di dapur tetangga.

lalu kau bayangkan gereh yang terkapar di minyak panas
tentu dia seekor ikan yang bahagia, dulu
mengapung di kedalaman laut
hingga jaring memisahkan dari sodara-sodaranya.

kau singkap jendela dan tampaklah susunan bata dinding tetangga
batu bata ini pasti senasib gereh itu, matamu diterpa warna merah
lempung yang entah dari sawah mana
berpindah rupa melalui tangan-tangan
serupa gereh yang ditangkap tangan-tangan.

bau gereh itu sudah pergi kini, kau pun menjerang air
secangkir kopi termangu di depanmu dengan kepul 
pasti dia datang dari jauh, mungkin dari bukit-bukit
di Lampung, Siantar atau Toraja
ya serupa gereh dan batu bata merah itu, pikirmu
menggelinding dari tangan ke tangan.
sesaat lagi kau hangatkan perutku, bangkitkan otakku
serupa gereh itu mengisi perut si Udin yang berleleran ingus
dan batu bata merah itu diam-diam menyaksikanmu.


10/2013

Tidak ada komentar:

Posting Komentar