Minggu, 20 Oktober 2013

DAN SENJA MULAI LURUH

by. Ang Jasman

dan senja mulai luruh membawa kakiku ke dermaga tua ini
kamar-kamar apartemen bercermin laut serupa kotak hitam
tak terasa angan makin menyusup ke relung hati yang jauh.

langkah-langkah dibayang senyap dan kepak sayap camar
riak ombak menghempas tiang-tiang dermaga berdentuman
menyatu lirih keluh Chairil, "Kali ini tak ada yang mencari cinta.."

adakah cinta atau diriku yang lepas di sela jaring-jaring senja
dilabuhkan sebuah jukung yang menyongsong gelombang
menyisir teluk makin jauh tak menjanjikan tepian.

langit makin tak peduli, wajahnya menjelaga dan kelam
tinggal cuma kerlip bintang dan bulan pasi di sudut matanya
langkah makin sendiri, menguntai jejak panjang di pasir basah.

mentari sudah lama menyusup dipelukan garis cakrawala
terasa diri yang sendiri, sepi, piatu di keluasan semesta
tak ada sesiapa meski sebatang rokok atau secangkir kopi.

telah ditulis pesan di atas karang, kata-kata yang tersisa
puisi yang terbuang seperti sobekan kertas yang diremas
ditelan riak ombak dan bau garam yang enggan melepas.


10/2013

MENUNGGU

by. Ang Jasman

makin diam malam di gulita yang batu
terasa jadi terasing di kesendirian kalbu

tak ingin lagi kata bertutur
tak hasrat hati berbaur

dalam bisu-kelu segala menunggu
bayang bulan di dalam pasau.


10/2013

SESOBEK KERTAS

by. Ang Jasman

ada sesobek kertas catatan 
mengapung di kolam
di riak pagi yang basah
di sana namamu bertahan. 

ada serobek hati di dada
menulis di kertas catatan
di kabut pagi yang pekat
tergores lirihmu sayup.

ada sesobek kertas catatan
wajah yang kau sisakan.


10/2013

SISA PURNAMA

by. Ang Jasman

di sisa purnama pagi ini
rembulan memucat
doa-doa berkepakan
di hangat mentari.

jalan-jalan kota telah menjemputmu
asap kendara dan bising menyambut

di tiap dengus langkahmu
kau tebar suara merdu anak istrimu

di tiap derai kerjamu
kau peluh dan riangmu.

di awal pagi ini kau menggeliat
di kepul hangat cangkir cappuccino.


10/2013

DENTING

by. Ang Jasman

maka berserah ia
dalam peluk senyap.

angin diam
semilir terhenti
pucuk bambu kaku
merayap dari kejauhan
swara hening
mengisi hari
tak berbagi.

denting
mengaliri nafas
menyibak dada
menyesap semesta
dengan hati
paling 
bening.


10/2013

GERAH

by. Ang Jasman

kawan, terima saja gerah ini 
tawakal dan pasrah saja
panas ini cuma percik kecil dari neraka.

baiklah kita tunggu
pandai besi membuka tungku
memalu matahari dengan martilnya
tapi awas, 
jangan dibuat pipih 
bisa leleh salju di kutub.

dan nanti kita harus menunggu
lelaki perkasa bernama Nuh.


10/2013

PAGI YANG MENGGELITIK

by. Ang Jasman

gelitik itu terus saja menari-nari, tak jemu-jemu
padahal kau yakin betul pintu dan jendela rapat tertutup
ah tentu kisi-kisi sialan itu, dan kau menggeliat bangun
bersama gerutu, beginilah jika kost di dapur tetangga.

lalu kau bayangkan gereh yang terkapar di minyak panas
tentu dia seekor ikan yang bahagia, dulu
mengapung di kedalaman laut
hingga jaring memisahkan dari sodara-sodaranya.

kau singkap jendela dan tampaklah susunan bata dinding tetangga
batu bata ini pasti senasib gereh itu, matamu diterpa warna merah
lempung yang entah dari sawah mana
berpindah rupa melalui tangan-tangan
serupa gereh yang ditangkap tangan-tangan.

bau gereh itu sudah pergi kini, kau pun menjerang air
secangkir kopi termangu di depanmu dengan kepul 
pasti dia datang dari jauh, mungkin dari bukit-bukit
di Lampung, Siantar atau Toraja
ya serupa gereh dan batu bata merah itu, pikirmu
menggelinding dari tangan ke tangan.
sesaat lagi kau hangatkan perutku, bangkitkan otakku
serupa gereh itu mengisi perut si Udin yang berleleran ingus
dan batu bata merah itu diam-diam menyaksikanmu.


10/2013

MIMPI-MIMPI BERLARIAN

by. Ang Jasman

mentari di bibirmu pagi itu menghangatkan pipiku
dan riuh Boulevard Saint Michel menari riang di dadaku
"kau tentu rindu mataharimu," teduh matamu mengerjap
"di sini pasti kau bernafas seperti di dalam kulkas."

aku senyum, lengan kiriku mendekap tubuhmu
dan kau memeluk pinggangku dengan erat
ah, dedaun itu gugur menjadi karpet di kaki 
ada kehangatan menyelinap di antara kita
seperti musim panas tahun lalu di Bordeaux.

Seine mengalir di antara kaki mengingatkan pada Apollinaire
dan Jembatan Mirabeau, "di sini cinta kita mengalir."

"Jacqueline, cinta kita bermuara di Atlantik."
"Non Angdev," kilahmu lembut, "il finira a Laut Kidul."
"Laut Kidul?"
"Oui, Indien Ocean," kilahmu lagi dan aku pun meledak tertawa.
dan kau merasa geli sudah mempermainkan aku.

Dan suara kita pun bertalu-talu di tembok-tembok kota Paris
mengiringi hati kita yang mengapung riang.

Ah, Jacqueline.
"Kau lupa ya kalau aku mahasiswi sastra jawa?" ujarmu kemudian
di gigir telingaku, dengan kemanisan yang tak kuingin berlalu.
Lalu kita pun baring menghadap langit
di sana mimpi-mimpi kita berlarian seperti bermain petak umpet.


10/2013

Minggu, 13 Oktober 2013

NUH

by. Ang Jasman

demi cinta, ayo, ulurkan tanganmu
raihlah hatiku dan mari kita masuk ke dalam perahu Nuh
dengarlah panggilan yang merdu 
biarkan bumi tenggelam dalam cerita lama
duka itu akan membasuhnya ke beningnya kembali.

baiklah, kita nikah di depan Nuh
tak perlu wali atau saksi kecuali pasangan hewan-hewan itu
yang mendengar panggilannya dengan pasrah.

dengarlah seribu suara simfoni mengaum, melengking, mengembik
melolong dan bercericit dari sebuah perahu yang menarikan gelombang
menuju langit terbelah di sana tuhan tersenyum.

kekasih
kau dan aku, adam dan hawa kedua.

10/2013
by. Ang Jasman

kau pun menguak awal pekan
terbersit bisik di dada, syukur yang tak terucap

kau pun mempertebal harap dan tekad
aral di depan langkah adalah pertanda
pergumulan hidup yang tersedia hanya
bagi pemenang

kau pun melangkah
menjemput kemenangan itu

atau cuma senyum terhadap kekalahan
kau pun yakin dapat mengubahnya 


10/2013

by. Ang Jasman

selalu ada kebersamaan
meski tanpa sentuhan.

selalu saling bersitatap
di sebalik kebermaknaan.

selalu ingin menyapa
bersibuk meraba-raba kata.

perjalanan busway terlalu singkat
sedang hati tak usai menggumuli tekad
aku simpan kenang meski senyum dan samar
bayang wajahmu.

ah, gadis bersayap malaikat di kepadatan bus
kau tinggalkan kepak dan wangi parfum cuma.


10/2013

*sekedar belajar menulis sajak.
by, Ang Jasman

senja menggamit gerimis alit
dengan sukacita bunda burung
dibawanya sekepal rejeki.

ah, mana kepul cappuccino itu
tak mau aku termangu
meski desir dingin membujuk rayu.

tapi sore ini tak ada mentari
melompat-lompat di garis langit.


10/2013

by. Ang Jasman

mentari tak menyisakan salam pamit senja ini
serupa pergimu yang diam
dan petang menyerah dicekik malam.

kerlip lampu jalanan di sepanjang tepi jalan
serupa kunang-kunang di sekujur hatimu
malam yang setia merangkak perlahan.

dedaun merunduk dalam damai tidur
serupa hatimu yang penuh syukur.


10/2013

by. Ang Jasman

tentu saja
kau dan aku sebagai pewaris wiweka 
dari pelajaran buah terlarang itu
diminta mengeja lembaran baru kitab kehidupan pagi ini
yang digelar mentari saat mengirim berkas-berkasnya 
di awal hari.

dari arah mana pun kau membaca
sejatinya, aksara itu sudah terpateri di sana
di sanubarimu
di tetes darah yang menghidupimu
sejak tangis pertamamu.

ah, kita memang suka lupa
membuka lembaran kitab.


10/2013

By. Ang Jasman

maaf aku tak menimpali sekedar senyum sekalipun
saat kau lirih berbisik, "selamat jalan..."
aku keburu menghambur ke peluk Sang Cinta..

telah kucukupkan hari-hariku untukmu
meski sekedar kata-kata kecil di status ini.

langkahkan terus harimu di jalanmu, kawan, usah hirau
aku terlalu bahagia di pangkuanNya.


10/2013

by. Ang Jasman

saat kau sibak tirai bayang kekasihmu
kau pun tertegun, ah, senyum itu selalu
menjemput mentari
mengurai awal hari di warna-warni hati
amboi...

ada syukur terselip di tipis bibirnya yang kirmizi.

10/2013

By. Ang Jasman

saatnya mengendalikan pikiran, ujarmu
ketika kau menyesap hening pagi yang menyegarkan dadamu

ya seringkali 
wajah orang-orang itu dan masalah-masalah lalu 
menarikan emosimu 
membatukan hatimu 
menelikung kakimu
kau tersesat

saatnya menjadi tuan atas pikiran, ujarmu lagi.

10/2013

CAPPUCCINO

By. Ang Jasman

kau sruput cappuccino 
adalah hidup
gairah
cinta

aku reguk cappuccino 
adalah kenang
mewarna
masa depan

selalu
kita tarikan pelangi
di dasar cangkir
cappuccino.

10/2013

PARIS MUSIM GUGUR

By. Ang Jasman

oktober terus menggugurkan daun-daun dan taman pun
kehilangan hijau
di jardin Luxemburg sepatu timbul tenggelam di kuning merah guguran dedaun
warna yang ingin memerahkan hati di jelujur musim dingin nanti
tapi angin keburu menawarkan dirinya
mengelus, menyapu, mendekap tubuh yang mulai gigil.

Paris, dalam musim gugurmu aku terpekur.

dari satu cafe ke cafe mencebur di kehangatan kopi secangkir
mimpi berenang di sungai kesendirian.
jalan bebatu di depan sana itu tertata serupa hati yang tersingkir
membawa suara tawa canda sepasang manusia yang mangkir
tak ada kepak merpati di musim ini.

Paris, hangatkan aku di musim dingin nanti
atau biarkan aku mengejar matahari.

*dari catatan kecil "Aku dan Paris"..

KENANGAN PADA SI MBAK

by Ang Jasman

mentari baru naik ketika kutulis sepotong surat
terbayang wajahmu yang ranum senyum
dan matamu yang menyipit saat menyertai tawa.

di senyum itu aku terperoksok
kau segera menarik tanganku sebelum tersungkur.

sejak itu derai tawamu membuat hari-hariku tak susut.

tak apa kau berutang dulu, katamu membuat iri
pengunjung warteg lainnya yang lahap. tukang-tukang
dengan duit pas-pasan di dompet lusuh dan robek.

sekarang kau bisa menulis tanpa perut kosong
ujarmu, bau bawang pun goreng segera mengapung
diam-diam aku mencuri senyum dan sipit matanya
tak lagi kuinjak warteg ramah itu
aku memikirkan larik-larik yang bakal mampat
kehilangan dentam-dentum tetabuhan perut.

kata-kata cuma menembus dinding sekat
dengan perut koyak dan pikiran moyak.

atau, tak satu kata perlu ditulis. 

9/2013

NYANYIAN KABUT

By. Ang Jasman

Bagi dua hati yang berjodoh,
Jauh bukan jarak 
Lama bukan waktu 
Tak ada cinta lain yang mencerai
keduanya.

Tapi kau hari
Tapi aku malam
Ada senja di antaranya
Atau kabut yang menangkup.

9/2013

ATAU SEKEDAR DOLANAN

By. Ang Jasman

malam makin membujuk dalam ranumnya
sudah lama mentari melepaskan dekapnya
dan desir bisik itu kembali berulang
menarikan namamu di dalam kepala
tak pernah kau lepas
atau kau memang kembaran
enggan kehilangan bayang.

di kelam nanti kurindu lagi wajahmu 
meski sedesir angin
membakar mata yang selalu mencari.

di subuh nanti biarkan tubuhku menjadi kapas 
mengapung di permukaan namamu
berayun di gelombangmu.

ataukah aku harus mengulang dari nol
seperti bermain dolanan anak-anak
dan kau menyaksikan dengan senyum simpul.

9/2013

JEJAK

by. Ang Jasman

"sudah seribu langkah kujejak sampai disini
sila kau memikirkan langkah berikut."

lelaki dengan tas di punggung mencium angin
desir mengelus-elus tanpa perasaan
terasa begitu angkuh dan dingin.

ia melepas sepatunya tampak sol yang bolong
tak ada remah makanan di dalam tas
lapar telah mengajari banyak hal.

jalan itu tak punya tepi dia tak peduli
di dada ini api tak boleh mati
dia mulai lagi langkah ke seribu satu.

"tuju itu adalah aku
sila kalau kau mau menyatu."

ia mendengus pada lelah dan angin.

9/2013

Sabtu, 05 Oktober 2013

KENAPA


by. Ang Jasman

kenapa hatiku mau terus bernyanyi
kenapa
tak ada sesiapa buat berbagi rima
atau cerita menayang kita sepanjang zaman 
tapi tetabuh tak juga berhenti

kenapa penaku minta menulis terus
kenapa
tak tahukah siap bakal membaca makna-makna
sedang tinta meluncur serupa slalom
tapi kata tetap juga berkibar

kenapa kelopak mataku ingnnya pejam
kenapa
tak hendak memandangmu atau sesiapa
sedang dzikir makin asik menghilir
tapi wajahmu masih bayang di kelir


9/2013