Selasa, 30 Juli 2013

BUAH

/ang jasman

telah kupetik buah dari pohon terlarang itu. lihat
tapi itu buah kematian Eva

telah kumakan sebelah dan ini bagianmu
tapi aku sudah memetik buah keabadian. lihat

mereka pun gelisah, berenang dalam bimbang
mengapung di kegelisahan paling ranum

jantung Adam meronta menggelepar matanya nanar
dipandangnya lika-liku tubuh Eva
yang baru dikenalnya

makanlah, pinta Eva, aku pun ingin merasakan
getar jantungku dan lihatlah aku sudah tak sabar


begitu buah itu meluncur di tenggorokan Adam
wujud tubuhnya membayang perlahan-lahan
seperti hasil sebuah scanning

Eva tertegun, ada desir di dalam tubuhnya
yang baru dikenalnya  

taman eden pun diguncang angin dan badai
seperti marah tapi tak bisa berkata-kata

buah yang tadi dibawa Adam jatuh tergelincir
di antara semak. seekor ular mengira telur angsa
lalu ditelannya bulat-bulat

ular itu telah menjemput keabadian. barangkali


7/2013

TOPENG

/ang jasman

kunci pintu rumahmu gunakan gembok paling kekar
buang anak kunci itu ke angkasa ungu lalu
sembunyikan dirimu di kamar yang kedap rindu

toh aku takkan meminang patung paling batu

takkan kucuri cermin hanya untuk memandang
muka sendiri dan luka yang tertoreh disana
sudah lama wajah ini buram dan asing

tak perlu kuselisik wajah ini. seperti mereka itu
tak kenal wajah sendiri meski di kaca bercermin
atau terpaku seharian di tepi danau

kita tak lagi mempunyai wajah
sejak lama mengganti dengan topeng

7/2013
/ang jasman

kunci pintu rumahmu gunakan gembok paling kekar
buang anak kunci itu ke angkasa ungu lalu
sembunyikan dirimu di kamar yang kedap rindu

toh aku takkan meminang patung paling batu

takkan kucuri cermin hanya untuk memandang
muka sendiri dan luka yang tertoreh disana
sudah lama wajah ini buram dan asing

tak perlu kuselisik wajah ini. seperti mereka itu
tak kenal wajah sendiri meski di kaca bercermin
atau terpaku seharian di tepi danau

kita tak lagi mempunyai wajah
sejak lama mengganti dengan topeng

7/2013

LUKA MUSIM

/ANG JASMAN

senyum yang meliuk di daun kering itu. melayang
sembari membisikkan pesan paling nurani

luka musim ini mengikat-satukan kita hingga
esok tak perlu lagi mencari dan bertukar hati

tak ada penghujung mesti diburu. adalah janji
demi istirah daun-daun gugur mencium senja hari

telah menjadi perhiasan kini luka itu. jantung hari
disemat pada adibusana paling gemerlap di pesta

darah mengucur dari balik dada memamerkan duka
di bekas luka yang bergerak menjauh dari mata kita

keterpisahan ini adalah buah damba kebersamaan kita
seperti musim yang cemburu menoreh di wajah.

7/2013

PERJALANAN II

/ang jasman

kata itu tergelincir di rembang yang bimbang. kau tahu itu
tergelincir dari getar bibirmu lalu terbang. usah risau
katamu bukan katamu. penolakanmu yang menggumpal
milik si pecemburu agung yang enggan kehilangan diriku.

langkahku selalu diluruskannya tiap kali aku berpaling
seringkali aku terjerambab didorongnya karena kemalasan
atau kantuk yang membekap mata. di sepi malam.

entahlah. setidaknya itulah yang tertangkap jiwaku
ketika jelaga membungkus tubuh dan jalan menjadi kabur
tapi aku tahu disana dia selalu menanti dengan tak sabar.

aku mengerti kau tak kehilangan apa-apa. dan mestinya begitu.
kita yang datang dari entah menuju ke entah. Hanyalah
di simpang ini mata saling berpaut dan nyaris memabukkan
lupa pada tuju semula. dan berencana membuat singgahan.

maaf, aku melepasmu di sini jangan tanya aku arah
langkah ini cuma persembahan entah sampai di mana. 
setidaknya, aku sedang berusaha mengerti.


7/2013

PERJALANAN

/ang jasman

Pada mulanya, desir menuntunmu ke rumah itu. Maka
kau ludas sarapanmu bahkan bekal memadat tasmu
kau pilih baju paling agung dan belasan lagi sebagai salin
kau kenakan sepasang sepatu paling kokoh kuat.
Hatimu kobar dan gairah. Kau rasa
Ia yang kau cari sedang mencarimu
Ia yang kau juju sedang menujumu.

Senyum dan lambai lesap di lepas langkahmu
bekalmu musnah jadi rebutan anjing dan kera
pakaianmu tak cuma robek tapi salinmu dilarikan perompak
sepatumu kecut melawan tajam batu dan karang. lihat
sepasang kakimu mengucur darah dan tubuh yang pasrah.

Kini. Mentari dan musim menggandeng perjalananmu
Panas dan basah menjadi baju kebesaranmu
Gerah dan gigil merupakan kesukaanmu.
Mestikah asa lindap di duri jalan yang mengacu
sedang jarak dan tuju entah di mana. kabur
tinggal langkah kini dan bara niat yang di awal
tak ada jalan putar atau henti.

Kau mengerti kini, perjalanan ini sejauh nafas
langkah yang kau himpun adalah kesetiaan. Dengan
mata dan telinga yang selalu harus awas.
Kau mengerti kini, langkahmu dan karunianya
adalah sepasang sayap. Menerbangkanmu ke rumahnya.


7/2013

/ang jasman

jangan sebut dirimu pembela. mulutmu
bau amis darah dan pentungmu pencabut nyawa.

kau hembus api ke kota demi kota. itulah
bergelimang segala puing dan rasa ngeri
semua hitam bara meski putih yang kau pakai

jangan sebut dirimu pembela. panjimu
bukan damai buat menaruh dahi bersujud.

aku tak bisa marah atau mendendam benci
arah kita memang beda. kuburu saja sendiri sang ilahi.

7/2013
/ang jasman

heran. sejak pagi ini ketika mentari menyapa tak kulihat
sepotong mahluk pembawa senyum dan suka yang disebut
perempuan. tidak di jalan. tidak di dalam bus.
tidak di terminal atau pasar-pasar atau di mall-mall.

lantas di mana mereka. hanya lelaki yang berseliweran
di depan mataku memacu waktu dengan penuh nafsu.

ada apa dengan para perempuan. kenapa
padahal aku takkan merayu atau minta digoda....

lantas siapa yang menyekap atau menyembunyikan
atau aku memang dikucilkan dari wangi nafas mereka?

sebaiknya aku kembali ke firdaus sebentar minta diciptakan
eva dari tulang rusukku sendiri. secantik gambaranku.

lalu kami akan memetik buah terlarang itu. dan
berpesta-ria bersama si ular.

7/2013


Sabtu, 27 Juli 2013

/ang jasman

beginilah sosok republik gunjang-ganjing
tak ada lagi tenang dan privasi di lembar kamus. tapi
kau layak asyiki bara api atau
mati di ingar-bingar dan perang pentungan.

usah hentikan baku hujat dan hinaan. biarkan
telah lama lesap harga diri dan penghormatan
si angkara sama saja si pecundang. serupa
malin kudang yang saling mengutuk.

perlukah lagi prihatin? buang jauh rasa perih
budi pekerti tak terdengar lagi di kelas-kelas sekolah dasar
dan toleransi, barang mewah yang amat mahal itu
tak terlihat mengapung di angkasa negeri ini.

asyiki saja hidup di republik goro-goro
sebelum semua berlalu. kau dan aku..

atau mungkin harus melangkah terus. dan sendiri

7/2013

WAJAH

/ang jasman

telah kubuang itu cermin
mana wajahmu kini.

itu jelaga biji matamu
menyisa tanya
nantikan kelopak matamu
cerlang terbuka.

wajahmu hilang rupa
koyak
berserak.

ah, kenapa aku peduli
kutatap saja biru langit
wajahku terpapar di sana
siapa tahu.

7/2013
/ang jasman

telah kubuang cermin itu. tapi
di mana wajahmu kini.

wajahmu hilang rupa
pecah berserak.

itu jelaga biji matamu menyisa tanya
nantikan kelopak matamu cerlang terbuka.

ah, kenapa aku harus peduli
kutatap saja biru langit
wajahku terpapar di sana. siapa tahu.

7/2013
/ang jasman

mentari benderang kini
mendung lalu tiada lagi rintik hujan

jalan kering debu mengendap
relakan kaki melangkah. mari

apalagi yang ditunggu. sedang
rindu-rindu sudah menemu jawab
kecuali hati menahanmu. terserahlah

jalan menampak kini
anugerah mengarus dalam diri
berpeganglah pada sepoi angin.

bentang arah kan menuntun langkah
tak kenal di mana letak dermaga. di sana
tuju menanti wajah kita sendiri.

7/2013
/ang jasman

kalau sampai lebaran ini aku
tak ikut pulang ke kampungmu
teruskan senyumku pada orang tuamu
calon mertua yang belum kukenal kujamu.

pada beliau bukan aku tak hormat
aku mesti gabung teman-teman berakrobat
melawan para birokrat dan pengusaha laknat
yang mencekik leher dan kantung jadi sekarat.

7/2013
/ang jasman

jangan tinggal aku, jerit sandal jepit putus tali
tanah becek merengkuhnya erat sekali
merasa lucu orang-orang pun geli
kakiku jelaga dan kotor bau kali
aku pulang telanjang kaki.

esoknya kubeli sandal jepit baru merk swallow
aku lupa tangis lirih sandal tua itu.

7/201
3
/ang jasman

di siang yang sepi dan redup
warung si mbak tampak tutup
ada gembok tergantung di tiang pintu.

bayang wajah si mbak menari di gemuruh perutku
debu dan bising membuatku ingin sembunyi di gelungnya.

tiap kali senyum kulihat lesung pipit di pipinya
tiap kali kecut kutahu utangku menumpuk.

7/2013

Senin, 22 Juli 2013

/ang jasman

hujan selalu saja merampas kata-kata
belum sempat kukecup basah matamu
namun asinnya tak beda.

di ricik hujan hanyut kata-kata
mengapungkan kisah-kisah di gelombangnya
namun getirnya tak beda.

hujan kian rajin memendung kata-kata
segala warna segala rupa menjadi ungu
namun piasnya tak beda.

7/2013
/ang jasman

hujan yang manis
memelukku dengan basah yang manis
menepis mata melintas manis.

hujan nan manis
menggigir kenang ke riung yang manis
menggelar segala cerita di bukit ipis.

hujan maniskah hujan
ketika pintu-pintu basah dan jendela meringis
ketika perabotan mengambang dan isi panci habis.

hujan yang manis
beri saja aku kecipak ria dan canda yang manis
jangan bikin emak dan bibi menangis.

7/2013
/ang jasman

kutadah pagi hujan
membasuh tubuh.

doa yang disematkan di bintang-bintang
kini mencium akar-akar tumbuhan.

basah hujan pagi
bercanda di dedaun dan reranting
kuncup-kuncup riang bersidahulu mekar.

pagiku hujan
bunga-bunga segar.

7/2013

Sabtu, 20 Juli 2013

KEMANA RINDU ITU

/ang jasman

kemana rindu itu. tak ada lagi
seperti dedaun ditinggalkan angin
putik tak lagi menyebar dan berbuah
setapak jalan sepi para penjejak.

kemana rindu itu. tak ada lagi
di sepasang sepi matamu
di getar beku bibirmu dan
jemarimu tak lagi menyimpan aura cinta.

tak ada riak di permukaan empang
ikan-ikan lupa sirip dan renang.

kemana rindu itu
tak ada lagi
sunyi terhampar
kosong.

7/2013

ADUH, BAGAIMANA INI

/ang jasman

cerah langit mengabarkan daun-daun yang hijau
seorang lagi teman berulang tahun hari ini tapi
tak ada kata menjadi puisi buat hadiahnya.

hingar-bingar di antara janur dan lambai merah putih
tujuh belasan, kebangkitan nasional dan sumpah pemuda
tak tahu harus ke mana mencari remah aksara.

lembaran majalah dan koran merindu sajak-sajak kini
mana oretan kamu? pinta seorang teman yang redaktur
aku termangu di depan kata-kata dan laptop menyala.

maaf, tak kutulis sajak dalam rangka. atau mungkin kelak

7/2013

Jumat, 19 Juli 2013

/ang jasman

jangan pernah katakan tunggu esok
meski langit cerah hari ini
lelaki di persimpangan masih di sana berdiri.

mawar di bibir perempuan itu akan sia-sia
esok hanyalah penantian yang kabut.

lelaki itu dengan esok di kepalanya. meronta
tak mau biarkan dirinya terkapar menyerah
ia tak mau tahu esok punya jalannya sendiri.

nasib seperti persimpangan ke seribu arah
adakah esok bukan kesia-siaan?

7/2013

Rabu, 17 Juli 2013

/ang jasman

ada lembayung luruh di ufuk barat, bisikmu lirih
senja mengelus lembut rambutmu, mengirim wanginya
masih lekat di ingatan kucium perlahan pelipismu
hitam matamu bercerita tentang seribu misteri.

benar ujarmu, tak perlu kata untuk pertemuan dua hati
angin dan sepasang daun luruh adalah jemari yang bertaut
cerita cinta kita disusun sebelum kisah tergelar
nafas kita telah menghidupinya dengan doa-doa.

ada lembayung di matamu
misteri di lembut bibirmu.

7/2013
/ang jasman

ketika kau berkebun atau berternak kau memelihara kehidupan
sekaligus memelihara hidupmu sendiri dalam arus semesta
saat itu sang pemelihara agung tersenyum sukacita padamu.

berbahagialah kau yang menjadi puncak ciptaan, mutu manikam
bahkan malaikat cemburu padamu, apalagi iblis penjerumus itu
ia bersiasat cerdik untuk menghinakan dirimu hingga mencium debu.

sebagai mahkota ciptaan kau punya hak istimewa. di hadapannya
kau melongok rumah abadi berjumpa dengannya bahkan dalam kehidupan ini juga
tak ada mahasiswa menjadi sarjana jika keburu mati
tak ada kopral menjadi jendral bila keburu gugur
tak ada seseorang menjadi pasangan abadi bila keburu meninggal
maka bersegeralah menemui dia
jalannya adalah tubuhmu yang menjadi kediamannya sejak kau gumelar di bumi.

kau takkan beristirahat di pangkuannya bila kini atau esok kau mati
kau cuma menemukan pintu surga atau neraka. itu saja.

7/2013
/ang jasman

meski koyak moyak lembar almanak hari terus mengalir
melarung doa-doa seperti desir angin sore di dedaunan
dan gemericik air kali menimpali serupa dzikir
kau pandangi langit seolah segala akan berakhir.

di sini telah ditanam seribu mimpi. dulu
ketika peluh mengalir berpacu di arus waktu
"beri aku lapar dan haus yang menguatkan kakiku
di siang di malam biarkan perahuku terus melaju."

tambatan dan dermaga lesap dipeluk gelombang
perahu yang sama tetap mengambang
mengapung dalam badai tanpa tuju. semuanya terbuang
tinggal keping-keping dada yang bimbang.

7/2013
/ang jasman

dan kita akan menjadi kenang entah bisa abadi. di sini di simpang ini
rindang pokok mangga dan bangku kayu jati yang menanti.
tak ada lagi kisah yang perlu dipersandingkan. seperti sebuah bab
yang tak meminta sambungannya.

selangkah lagi, lagi, dan kita pun berbalik
seekor kenari di reranting memandang. ada keheranan di matanya
atau mungkin ragu untuk berkicau. seperti mengerti
dua jalan keburu menyentak menyeret kaki kita.

dan kini bahkan bayangan tak lagi bercumbu. saling bergerak
ke arah berlawanan dan menjauh dalam diam. terasa hari patah, retak.

sore itu angin kemarau seperti beku tak menyapa pucuk-pucuk bambu
membiarkan hati berserah pada rembulan dan esok pagi berembun.

7/2013

Senin, 15 Juli 2013

/ang jasman

perjalanan selalu menggurat langit. seperti
pagi itu masih bening. ketika kau merapikan waktu
ke dalam kotak bekas cerutu.

terdiam sunyi kotak itu di antara buku-buku. lama
ruang terasa cepat melembab. dalam serbuan rayap.
kau masih lama kembali membuka usiamu. kelak
ketika segalanya luruh dan compang-camping.

adakah yang tersisa selain waktu?



7/2013
/ang jasman

kepak camar menghantar senja makin turun. tak ada gerimis
sore ini. senyap cuma tak sabar mengetuk pintu-pintu dan teralis

suara penjaja roti di kejauhan terasa mengiris. hari jadi seperti roti
ada nada dan doa yang tersembunyi, terus mengarus

hanya ada angin dan dedaun menguning di beranda. selebihnya hampa
tak ada lagi kehangatan menumbuhkan bunga-bunga dan tawa.


7/2013
/ang jasman

segurat senyum mengapung dari bibir musim. disini
20 tahun lalu ketika rembulan bersampur awan. menarikan
tembang perih kehidupan menyisakan ladang kering
tak ada bulir-bulir padi yang dinanti.

suara-suara lirih saling berbisik di kesenyapan. terdengar
kepak sayap dalam mimpi yang kerap menyesatkan.

apa lagi yang ditunggu, senyap berbisik di reranting

seayun langkah dimulai di titik ini. dari sini
saat seribu harapan meledakkan dada
terisi berbagai bahana tetabuhan ke langit ketujuh
tinggal bulir-bulir padi merundukkan mimpi. cuma


7/2013
/ang jasman 

ingatan itu tak pernah melepas dari benak. cacing dan ulat bulu
bagai putih kapas awan mengapung di langit Lembang. berarak
menyapa pucuk-pucuk cemara di bukit-bukit. angin yang hijau

seperti enggan kita saling bersitatap. meski sekilas
kaki bersicepat menghitung langkah. gegas dan lekas

ketika hari makin jauh bisik tak henti bertanya. senantiasa
tak peduli pada gigil atau hati yang gentar. semua terpaut
di kesunyian padang. senyap dan diam

selalu ada jarak. kau dan aku


7/2013
/ang jasman

dini hari menyeret langkah kembali ke rumah hati
ketika pintu terkuak, kita bertemu di kedalaman diri.

angin menerbangkan hari-hari. telah tertata lagi
buku-buku, laptop dan larik-larik puisi yang tercecer.

di permukaan air ini wajah menarikan sunyi
sisa nafas masih menyisakan bara api.

selamat pagi kamar, dalam senyap kau panggang diri ini
segalanya kembali ke jantung hari, langkah yang sendiri.

 
7/2013

Minggu, 14 Juli 2013

/ang jasman

senja terus meluncur dengan setia menemani gerimis
aku berpayung rindumu lewat halte tua, bocor dan ditinggalkan
dulu kita berteduh disini dengan tubuh menggigil dan basah

senja terus meluncur bersama bening air matamu melulur wajah
sebentar lagi tembok itu makin meninggi dan memisahkan

senja terus meluncur mengikuti payung rindumu yang menudungi kepala
sepanjang trotoar jalan rasuna said yang basah aku merenungi langkah
wajahmu perlahan terhapus roda-roda mobil dan busway.


4/2013
/ang jasman

Di sela jarum-jarum air terdengar bisik lirih mengetuk
kaca jendela, "Kau mengerti kan kenapa gerimis
panjang menyelimuti malam dingin ini?"
"Ya," aku spontan menjawab, "engkau tak sabar
menunggu di kedalaman hatiku kan."
Seketika kilat berkelebat terang
di jendela, ia mengiyakan dengan
caranya sendiri.


3/2013
/ang jasman

hari ini langit juga tak terbelah dua
apalagi diikuti seekor merpati turun
aku masih meringkuk kuyup di kolongnya
dengan bibir gemetaran
dan sepasang kaki kelu

5/2013



/ang jasman

di terik siang berjuta palu menari liar di ubun-ubun
ditingkah fals lagu keroncong tak henti mengalun
ah, betapa hati makin ngungun
bersambut mbakyu warteg tersenyum di kulum
digelarnya buku kasbon dengan angka-angka lusuh

5/2013

Senin, 08 Juli 2013

/ang jasman


akhirnya kita sampai di sini di titik yang tak pernah kita duga
kaki kita memang tak dirancang untuk melangkah sejauh cinta kita
semesta tak memberi tenaga atas pertemuan yang dirangcangnya
dan kita tak berusaha menyibak kabut yang mendadak tiba
waktu begitu cepat menyudutkan pilihan
cuma menyisakan senyum dan genggaman jemari
dan melarikan hari yang memang bukan milik kita
selebihnya adalah jelaga yang membekap mata.

akhirnya kita sampai di sini, kekasih, bahkan sebelum kita saling mengenal
lebih jauh, jauh, jauh..

semilir angin menyibak ramah, dua arah terhidang di depan
selamat jalan cinta selamat tinggal cinta.


7/2013

Minggu, 07 Juli 2013

/ang jasman


"ini bukan senja yang dijanjikan itu, pikirmu menimbang,
sejumlah senja masih akan mampir melongok hariku."

perjalanan masih haus waktu dan meminta langkah
seribu pengalaman akan merenda lakonnya
sukacita kelahiran dukacita kematian.

senja belum tiba pada titik, tanganmu lelah menaruh pena
tulisan di buku menyusun kata-kata tanpa jeda. kau tertegun
kelam terus beringsut dalam peluk musim.

"suara itu takkan berhenti menari di benakku, hatimu berbisik,
aku harus terus melangkah dalam sunyi kesendirianku."


7/2013
/ang jasman

kinasih, sore ini pasti hatimu koyak-moyak. berserakan
berdentuman diterbangkan tornado di langit. berserpihan
50rb terakhir yang sedianya buat ongkos angkot, berpindah
ke tangan tetanggaku penjual pulsa.

sebentar lagi senja. mesra kita bercumbu di dalamkotak*
rindu pun makin mengental melampaui asyiknya pertemuan.

*dalamkotak = inbox


/7/2013
/ang jasman


biarkan saja api itu padam
sia-sia kau nyalakan bara
kuseduh kopi ini dengan air matamu
mendung pun lalu oleh senyummu.

jatipadang sehabis gerimis
basahnya tersisa di bibir manis.


7/2013
/ang jasman


ah, ingin tangan ini menutup muka. sejenak
di kegelapan kupandang wajah duka yang makin buram
seperti kupu-kupu melepas rindu kepada bunga-bunga
cuma warna warninya yang mampu melepas luruh.

mendung sore itu menghantar kelu. ketika segala beku
sepasang kenari berdekap menghindar testes air
ranting dan daun girang berayun-ayun di semilir angin
dingin dan kelam membuat kita menjadi diri sendiri.

ricik air di sela batu di kaki bukit itu mengirim pesan
telah kubisikkan nafas hidup lewat beningnya
sesaplah dengan syukur. seperti mentari di atas sana
menghirup dengan panasnya sendiri. segala pun utuh. 


7/2013
/ang jasman


serasa baru kemarin
masa kanak bermain petak umpet
berbaris dengan seragam pramuka.

serasa baru kemarin
canda ria di kelas, buku-buku dan pacaran
masa remaja melarikan mimpi.

serasa baru kemarin
bercumbu di bawah teratak gereja tua
anak-anak menghangatkan isi rumah.

serasa baru kemarin
tetangga kita dikirim ke buru
keadilan memilih anak-anaknya sendiri.

serasa baru kemarin
kau meninggalkan kami semua
debu tubuhmu bahagia di teluk batu ampar.

serasa baru kemarin.


7/2013
/ang jasman
milikilah mimpi
memang rayap tak memakannya
jangan biarkan mimpimu pudar
ketika mentari di jendela.

miliklah meski mimpi siang bolong
pupus ketika kau terjaga seperti kemarau
dialah sepatu yang membungkus kakimu
di perjalanan panjang, berbatu dan berdebu.

milikilah mimpi, atau
harimu menguap tanpa cita dan harapan.
7/2013
/ang jasman


kau tersipu sambil mengulurkan tangan. siang itu langit redup
"ini, rindu yang kukumpulkan sejak kepergianmu," suaramu sayup
sebuah kotak warna merah jambu berpindah ke tanganku
seribu kenang dari seribu kehidupan berpilin dalam benakku
"bagaimana mungkin rindu yang kulupa bisa kembali." utuh
bersama si perindu yang tersipu.

aku dan si perindu menyusupi siang redup dengan kotak merah jambu berisi rindu-rindu. senja perlahan menangkap dua tubuh yang melangkah ke dalam kelam.


7/2013
/ang jasman


lama kau termanggu menatap di depan gelas kristal
semilir angin tak juga mengusir kemarau. mencekik
segala ingin berderap dalam kubang debu.

udara menekan. kau tetap bergeming dan nanar
sorot matamu mengatakan niat yang paling kental
"aku tak menyerah pada hasrat tenggorokan"

lalu tanganmu meraih air bening, kau mereguk amrita
tubuhmu mengapung perlahan dalam berkas-berkas mentari
makin jauh, makin tinggi, melebur dalam biru langit


7/2013
/ang jasman


kau jejakkan kakimu di debu dan bising sudah lama menunggu
kereta api itu membawa masa lalumu, melengking dan mendengus
sejak lama hujan tak lagi menyambangi kota ini.

kau mencari sesuatu yang tak kau kenal. jangan sesal.

tak kan musim menyapa ramah dengan hangat pelukan
basuh saja wajahmu dengan kemarau
tak perlu kau dengar keluh-kesah sepatumu yang jemu.


7/2013
/ang jasman

jempol kakimu tak memberi isyarat apa, entah
waktu beku, mengapung dan berkepanjangan
kau lesap dalam napas yang diam-diam kau hitung
yang kemarin yang esok saling memamah saling bertanya.

kau memamah lalu lalang
di shelter busway SMK 57
sore makin redup
hujan memilah hatimu.


7/2013