Selasa, 30 September 2014

TERIMA KASIH


terimakasih untuk tiap derai tawa
yang kau lukis di bibir ini
aku pun dapat berbagi hari.

terimakasih untuk tiap tetes airmata
bersamamu ia menari di pipi ini
aku pun rasakan hangat ciumanmu.

terimakasih untuk tiap kata dalam puisi
di kedalamannya kau labuhkan hati ini
aku pun berpesta di teduh sela musim.

: terimakasih kau menerima terimakasihku.


AJ/2014

LANGKAH YANG TAK LELAH


tiup lilin itu
padamkan saja semua lampu
tak ada lagi gelap itu
mentari termangu di pintumu dengan sabar
meronce segudang cerita di halaman dan jalan-jalan
akan dikalungkan di kakimu
bergemerincingan di tiap liku jalan.

datang lagi pula puisi itu
serupa cermin berkicau di hatimu
menyanyikan kata yang menjebak
dan menyeret ke dalam pusarannya
kau malah menari
di tiap tetas keringatmu
mundar-mandir melayari rahasia itu.

: aku langkah yang tak lelah itu.


AJ/2014

KEPADA KEKASIH


telah kau genapi kasihmu
pada tarikan napas terakhir
ketika harap tak ingin lepas
: pagi menuntunmu pergi.

dalam diam kuasah terus pisau
agar tumpul dan karat tak singgah
hasratku memeluk tandas hatimu
: kuingin cinta seekor merpati.

waktu yang memisah makin merekatkan
jarak pun jadi setipis doa
di tarikan nafas terasa hangat hadirmu
: bayangmu juga yang menatap.


AJ/2014

CUMA DENTING


terdengar lagi nyanyian riang
"tik tik tik bunyi hujan di atas genting"
kamar yang temaram dan senyap
pepohonan tertegun
angin diam

senja terus merayap
kakinya meniti sunyi yang kian muram
langit terang tak ada mega menggumpal
cerita-cerita termangu
kisah-kisah menunggu

: terdengar lagi tapi cuma denting.

AJ/ 2014

HARI-HARIKU BIARKANLAH


jangan tafsirkan mataku
tak perlu kau lakukan itu
telah kurelakan tak cuma kau
tapi aku tak kehilangan apa-apa
atau sesiapa
tak ada yang aus dalam gerus arus waktu
seperti air kali berkecipak di antara batu-batu
begitu binar mentari di bening permukaannya
begitu riang alang-alang menari di anginnya
jangan lambaikan tanganmu
tak perlu kau lakukan itu
tak ada selamat tinggal atau selamat jalan
tergores di rel kereta api atau landasan pesawat
telah kusemat kisah lalu kita di almanak
dinding yang membisikkan mimpi-mimpi
di hari-hari yang panjang dan kering.

AJ/2014

AKU IRI


seringkali aku iri pada daun
yang melayang jatuh pada saatnya
seringkali aku cemburu pada arus
yang meliuk mesra di bebatuan


begitu lembut tembang di bibirmu
merekatkan waktu di setiap dinding
ada wajah anak-anak kita di taman kota
ada wajahku di kertas buram.


kini daun-daun iri kesendirianku
dengan alasan angin berterbangan kesana kemari
dan arus yang cemburu ingin berbalik ke hulu
namun batu menahannya dan tersenyum geli.


: diam-diam aku iri pada dini kepergianmu.


AJ/2014

SUATU SORE dan BUNDA


Sore teduh dan semilir hening nan damai selali mengirim wajah Bunda. Lembut suaranya di beranda itu terasa memelukku dengan kasihnya yang tak pernah kerontang. Bunda, kudengar lagi bisikmu :

"Angdev, pencerahan ruhani itu bisa terjadi pada dirimu ketika kau telah berada dalam situasi “DUWE RASA, ORA DUWE RASA DUWE”  ketika dirimu merasa tidak punya rasa punya."

Aku seperti hanyut dalam pemahaman yang begitu deras mengalir, di antara bebatuan terjal yang siap meremukkan tulang iga.

"Tumbuhnya perasaan serupa itu merupakan pertanda bahwa kau mulai mengawali, memasuki dan berserah pada KAREPING RAHSA. Yaitu rahsa atau rasa atau sir merupakan pancaran dari “kehendak” Tuhan (sirullah). Saat itulah sejatinya kau tengah melangkah di Jalan menuju kemanunggalan. Manunggaling kawula-Gusti.

Tanda-tanda rasa itu dapat dicermati dengan mendengarkan suara hatimu sendiri. Dengarkan. Dengarkan serupa Wrekudara masuk ke telinga Dewa Rucci."

Dan lakon itupun bergulung-gulung membahana dalam benakku. Sebuah ingatan yang memnumbuh-besarkan diriku bersam bau hutan Malabar dan wangi persawahan Desa Ciapus.

"Di dalam RAHSA itu terdapat Zat dan energi Tuhan. Untuk mendengar suara itu maka mulailah menyingkirkan 5 musuh besar dalam dirimu. Mereka itu adalah : nafsu birahi, ketamakan, kemarahan, kemelekatan, keakuan."

"Semoga kamu selalu mendengar suara itu, Angdev," Bunda menyudahi wejangannya. Aku mencium lembut tangannya yang sebening kristal.

AJ/2014

Minggu, 07 September 2014

DONGENG SEBATANG POHON


dulu aku sebatang pohon tumbuh di halaman rumah
rimbunku menaung moyangku dari sengat mentari
kuhimpun angin di dedaun jadi semilir nan asyik
kadang kudengar nyanyi bocah, kelak sanak saudaraku.

pohon itu tak ada kini aku ada di pangkuan bunda
aku berdamai dengan waktu menaungi dengan rimbunku
meski hasratku turut berlarian dalam riuh riang kanak-kanak
ke manakah mereka, bunda, moksakah dipeluk waktu?

bunda mengelus ujarnya, mereka pohon mangga di belakang rumah
bunda jangan jadi pohon ya, kueratkan pelukan di pinggang bunda
dengan senyum bunda meraih kepalaku ke dadanya
kulihat ladang jagung menarikan angin suka-citaku.

AJ/2014

SAMPUR WARNA KUNING


sebuah sampur tergantung dipeluk sunyi
bahkan dinding enggan mengajak berbincang
padahal sudah rindu dia suara tetabuhan
dan jemari yang menyibak.

malam makin jauh. kemarau bulan april
tak ada cerita atau kopi pengganti rindu
sampur itu merana jadi tempat nyamuk istirah
setelah menyeruput darahku, tak pernah puas.

tertegun dia pada sepi terbuang
sampur yang rindu melilit pinggang
diam-diam menyimpan sisa keringat
: sampur warna kuning itu kulilit di leherku.


AJ / 2014

TAPAKMU


lagi kutemukan di sini
mestikah kutaruh kakiku
di jejak tapakmu
sedang aku mengarah ke selatan
menyusur hulu kisah-kisah moyang
menyibak perdu para hyang.

jejak kakimu timbul hilang
catatan yang meliuk mendahului
bersama lambaian tari ilalang
di arus kali yang menyisir tepi
sedang anganku terbata-bata
ingin segera menghapus hari.

bukit lembab itu selalu membujuk
menggurat teka-teki di dalam batok kepala
dan seketika berbagai terka meruah
menggapai ingin di desir yang membatu
jalan yang tak menuliskan arah dan tuju
: ah kenapa pula kukenakan tapakmu.

AJ/2014

KISAH SEORANG LELAKI


dia lelaki tak bertanggal lahir itu
selalu tengadah ke langit
tak berharap satu malaikat menemui.

awan putih mengapung ke timur.

hanya tanda-tanda alam jadi pengingat
gempa dan banjir bandang
menjadikannya anak alam
dan ia tersenyum.

tak ada lagi kata dibisikkan
di teritis-teritis rumah
daun melambai-lambai
dalam tarian angin
kadang diam.

waktu bersijingkat di kakinya
seperti melompat-lompat
di atas bola mentari dan buat rembulan
kota semakin menua.

"perjalanan ada di kaki sendiri
kenapa berharap sayap malaikat
aku anak alam, lahir dari gempa
ditumbuhkan banjir bandang."

lelaki yang berteman terjal karang
telah menjadikan jantung hati alam
ia selalu bahagia menumpahkan darah
dari luka cinta
dari celah telapak kaki dan sekujur tubuh.

lewat gempa dan banjir bandang
ia melempangkan arah kaki.


AJ/2014

RINDUKU BUKAN BASA-BASI


baiklah kucabut saja lidahku kini
agar dalam diam batinku tak berceloteh
berserah penuh pada dentingmu

ijinkan kubasuh kakiku di bening ini
dalam diam nanti kudaki dentingmu
menuju para-para langit wewangimu

tumbuhkan biji mataku baik-baik
dalam diam kini kupandangi dentingmu
yang adalah wajah keabadianku

pinjami satu kepak sayapmu kali ini saja
maka bukan basa-basi kepak sayapku
di pundakmu aku hinggap dan perkasa.


AJ / 2014