by. Ang Jasman
kembali wajahmu berkelebat di jendela mengusung rindumu
seketika kamar jadi pengap dipadati gelisahmu yang pias
aroma bau tanah mengabarkan tentang airmatamu juga hatimu
angin tak pernah henti membisikkan hari-hari kering dan basah
kukenal betul lekuk pipi dan hidungmu yang dikacaukan hari
pernah kulihat sebongkah airmata mengurung di pelupuk
seperti musim diam-diam mengendap mau mengabarkan kemarau
aku cuma bisa terpaku di kerindangan ini memandang jauh
perlahan kusibak kisah lama yang kita titipkan di tempat itu
masih ada di sana meski dilumuri debu waktu dan igatan yang lupa
segala telah berubah bahkan jam di dinding kehilangan jarum waktu
maaf tak ada yang perlu ditunggu sebelum kata-kata jadi kelu
kau yang bercermin di mataku pandang saja hatimu di sana
biarkan kelopak rekah itu menitip wangi pada pagi yang retak.
2014
kembali wajahmu berkelebat di jendela mengusung rindumu
seketika kamar jadi pengap dipadati gelisahmu yang pias
aroma bau tanah mengabarkan tentang airmatamu juga hatimu
angin tak pernah henti membisikkan hari-hari kering dan basah
kukenal betul lekuk pipi dan hidungmu yang dikacaukan hari
pernah kulihat sebongkah airmata mengurung di pelupuk
seperti musim diam-diam mengendap mau mengabarkan kemarau
aku cuma bisa terpaku di kerindangan ini memandang jauh
perlahan kusibak kisah lama yang kita titipkan di tempat itu
masih ada di sana meski dilumuri debu waktu dan igatan yang lupa
segala telah berubah bahkan jam di dinding kehilangan jarum waktu
maaf tak ada yang perlu ditunggu sebelum kata-kata jadi kelu
kau yang bercermin di mataku pandang saja hatimu di sana
biarkan kelopak rekah itu menitip wangi pada pagi yang retak.
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar