Selasa, 21 Februari 2012

Kematian Pertama

by Ang Jasman on Monday, January 31, 2011 at 10:36pm ·



(fragmen)


1000 musim sudah rahasia perjumpaan itu ia simpan sempurna
meski hidup dalam goa-goa batu berbeban perih dan jerih tak henti
ia mengerti bumi ini buat siapa, tak menangisi yang hilang
pilihannya membuat tangan suaminya perkasa mengolah bumi.
Perempuan pertama yang tak kenal usia itu
tersenyum arif, keturunannya tahu tentang baik dan buruk.

(Pikiran dan kehendak manusia memancing Ular
memberi pelajaran pertama tentang keberadaan dan keakuan.)

Sang Esa begitu pengasih, tak menghukum sesiapa
Ular pun tetap melata di debu-debu seperti semula
bahkan kepada Adam, Ia memberi tahu Jalan pulang ke Taman.

Terpukau bayang Taman, anak-anaknya bersepakat
diam-diam bertaruh bersidahulu balik ke sana
Tak hirau semua kata bijak sang ayah.

*

Pada hari dimana langit berubah sepa, mentari berdiam di balik mega

Kain menghimpun buah, sayuran dan bebungaan di antara perdu dan ladang ilalang
tembang mengalun malu dari bibirnya di setiap petikan jemari

Habel memburu kambing tebing dengan segala jerih
hening pun tercabik lengking kambing disembelih, jemari Habel berlumur darah
bumi terhenyak sejenak, diam.

Sesembahan kemudian digelar di altar batu beralas sejuta bayang
dalam gumam lirih dan tembang tipis yang panjang.

Saat mentari mulai condong dan lama doa-doa terus dilambungkan
asap kurban bakaran merayapi tangga langit, makin tebal dan jelaga
sedang segala sayur, buah dan bebungaan perlahan terkulai layu
Kain terpaku kuyu menatap lelayu yang membirukan hatinya
Habel tersenyum meyakini harapannya tergelar.

Ular berbisik di telinga Kain, "Lihatlah, asap kurban itu adalah pertanda
Habel segera masuk ke pelataran Taman dan kau disini cuma mengunyah debu"

Maka sekeping bilah batu menghentikan tembang dan tarian
sebelum pada puncaknya.

Habel terkapar, darah pertama memercik bumi yang perawan
lengkingnya menusuk jauh ke tujuh langit
menyibak awan-awan
merobek keheningan dinding-dinding Taman.

Jiwa pertama tersungkur, merintih di kaki Sang Esa
yang tak terkejut atau mengutuk
"Hmm permainanku sudah dimulai."

*

Adam kaku kelu menatap Kain yang masih beku tak mengerti
adiknya bercucur darah, tubuhnya tak berkutik lagi
jemarinya gemetaran,
sesembahannya tersiram darah adiknya sendiri

(Ular melata pergi setelah memberi pelajaran ke dua
betapa rasa punyaku bisa mempertaruhkan nyawa).

Habel terbujur kaku, darahnya perlahan dihisap bumi
Adam pun pedih, menyesali ketak-acuhan mereka pada Jalan.

*

Kini dan kelak, upacara cuma sosok keangkuhan dan bawa korban nyawa.

*

Manusia pertama itu termangu di depan jasad pertama
kematian pertama, dan penguburan pertama
justru oleh tangan manusia, darah dagingnya sendiri.

*

Seorang anak manusia telah berbuat mendahului
namun Sang Esa begitu pengasih, tak menghukum sesiapa.

Kain menjadi pelarian kini, hidupnya menyusu pada cadas dan karang
mengikis kulit bumi dengan keakuan dan punyaku yang tak sudah.

Hawa yang memendam buah perbuatannya dalam rahim detak napasnya
membeku dalam goa batu, tak sesal kehilangan Taman
menyertakan doa-doa pada setiap langkah anak-anaknya.*


pasar minggu januari 2011 | takzimku pada hawa dan semua ibu

Tidak ada komentar:

Posting Komentar