Rabu, 22 Februari 2012

Kita Hidup Disini, Kita Hidup Kini

by Ang Jasman on Friday, September 16, 2011 at 10:09am ·


Dengan nafas tersengal akhirnya kita tiba disini dengan alas sepatuku yang bolong dan hak sepatumu yang copot. Tapi gelisah ini tak juga menyerah sedang keringat sudah memandikan tubuh. Taman itu masih juga menguntit kita seperti bayangan yang keras kepala dan tolol, sedang buah yang kita makan tadi masih tersisa di celah-celah gigi.

(Buah itu telah memberi pengajaran tentang yang baik dan yang buruk, kita pun bahagia mendapat anugerah besar itu meski  harus meninggalkan taman. )

“Kita disini saja di kerimbunan beringin ini,” ajakmu polos dengan nada kanak-kanak. “Lalu kita berdoa agar malam tak menjemput pagi. Jadi kita terbebas dari bayang itu.”

Tak ada yang  bisa diharap sedang dalam terang pun kita tak berbuat apa-apa.

Kau tersenyum. Tanpa ingin dan cuma iseng, jemarimu memetik dedaunan dan bunga perdu. Kau permainkan sesaat lalu kau lumat, kau tampak lucu seperti bermain masak-masakan. Kau pun berpaling memandang awan di kejauhan dengan wajah berserah dan sorot mata nelangsa.

“Tak ada yang perlu dicampakkan kelak kita kembali ke sana,” ujarmu tiba-tiba bersemangat. “Kita ke pantai saja menikmati batas laut dan cakrawala. Kita berenang di gelombangnya yang selalu bergerak tak sudah. Keleluasannya pun memberi kita nafas menikmati kekinian.”

Ya, ya, cuma kekinian yang kita miliki karena itu kekayaan kita sekarang.

Sebelum aku sadar sengat mentari kau sudah menari bersama gelombang dan angin. Lalu melayang di awan-awan. Jauh disana burung-burung camar ramai bercericis berebut sisa ikan di sebuah perahu.  “Panas mentari dan gelora gelombang adalah milik kita satu-satunya. Bahkan arus yang menyeret tubuh kita ke pusaran samudera jauh terasa begitu menggairahkan dan hidup.”

“Hoiii.., kini kita pemilik syah saat Siddharta Gautama itu!” teriakmu gembira di detik-detik tubuhmu dihisap pusingan air.  Di benakku tergambar, beberapa abad kelak, seorang Siddharta tanpa sepatah kata mengacungkan tangkai mawar di sebuah persamuhan dan semua orang terpaku tak mengerti.


9/2011

Tidak ada komentar:

Posting Komentar