ah, kekasih, jika
kau lihat aku di petang cerah ini kau akan tertawa geli seperti dulu
aku
memakai kemeja warna kesayanganmu, celana bluejean dan sepatu hak
tinggi berujung lancip
"seperti cowboy", ucapmu geli dan sebaris
gigi tersenyum teramat manis.
dengan kosong di tangan tak
kubawakan oleh-oleh martabak telur kesukaanmu
(si abang tak
berjualan lagi di sana, kena gusur satpol p.p.)
ah
kekasih, aku cuma membawa tanya yang diam-diam kutanam di dasar kenangan
"masihkah
lilin-lilin kecil menyala di ruang tamu?"
ternyata sepuluh tahun
waktu tak membeku seperti kukira selama ini
rongga dadaku tetap
saja berdegup kencang tak berubah
menguntit gairah hari-hari yang
panjang tak berkesudahan
ya, sepuluh tahun sudah kaki ini
melangkahi bumi sampai aku tiba kembali di petang cerah ini
di
sini.
kekasih, aku akan buat surprise, jangan kaget,
perlahan
kan kubuka pintu pagar besi berat ini
jemariku yang kasar kan
mengetuk pintu jati berukir jepara ini dengan mengalirkan kerinduanku
bersama hatiku yang berkata,
"semoga masih ada lilin-lilin kecil
itu di ruang tamu" dan kubayangkan kita berdekapan dengan hari depan
sambil tersenyum pada nyalanya.
oi, lilin-lilin kecil itu
masih ada di ruang tamu dengan nyalanya yang menari-nari kecil, hatiku
pun menari-nari,
namun apa makna sunyi sepi ini, segala beku ini,
segala hilang ini?
dimanakah kau, kekasih, dimana?
tiba-tiba
kudengar teriakan kecil dengan suara lucu itu,
aku pun tersentak
terpaku dengan jiwa lepas melayang,
"siapakah bidadari kecil
dengan lilin-lilin kecil di ruang tamu ini?
"tunggu sayang
jangan ditiup",
ah, merdu suaramu masih seperti dulu melemparkan
jiwaku ke langit ketujuh
"orang yang kita tunggu belum
datang, sayangku," ucapmu lagi
dan bidadari itu pun terpaku
berdiri menatap api kecil yang menari-nari kecil di atas lilin-lilin
kecil
jemariku beku di daun pintumu, kekasih, akan kah aku masuk?
siapakah
kau, kekasih?
siapakah bidadari kecil itu?
belum
lagi tubuh ini membalik, kau muncul di ambang dengan wajah
menyemburatkan sejuta tanya
aku pun seperti engkau, kekasih, cuma
bisa diam kelu, terpaku
"siapakah bidadari kecil itu?"
tanyaku dengan suara gemetaran
kau tak segera menjawab kekasih
dan
senyummu yang lembut itu mencabik kegamanganku
"anakmu
mas," ucapmu ringan sambil menuntun aku masuk
memelukku dan
memberiku satu kecupan yang rindu kucumbu selama ini
"mas, sepuluh
tahun sudah lilin-lilin kecil ini menyala di ruang tamu ini
menunggumu."
aku
kelu, kekasih, aku kelu.
ah ternyata waktu memang tak
membeku seperti kukira selama ini, dan kau kekasih
dengan setia
menyirami benih kelaknatanku yang kutinggal tanpa belas
maafkan
aku, kekasih, maafkan.
lilin-lilin kecil ini masih menyala
di ruang tamu
tiga lilin kecil yang menarikan api-api kecil penuh
bahagia.
--------------------------------------…
pasar
minggu, 13 mei