by. Ang Jasman
Puisi-puisi ditulis di lorong nadi hingga ke degup jantungmu
tinta liurmu yang meretakkan dinding. Musim kerontang
memintal belulang ke dalam kata-kata yang tergelincir
sepanjang senja yang memilah-milah lembayung.
Kepompong itu sudah bertunas dan melahirkan kupu-kupu
warna-warninya serupa bait menebar rembang. Ada kepak
menjemput badai di atas kota paling muram. Lalu berserah
pada hari yang enggan mengutuhkan cerita siang.
Di penghujung kata selalu tersisa suara-suara yang berakhir
sumbang dan tercekik. Masih berapa banyak tinta dan kata
diperlukan untuk menulisi langit. Birunya terlalu sempurna
dan merata tatkala tangannya memeluk bumi.
2014
tinta liurmu yang meretakkan dinding. Musim kerontang
memintal belulang ke dalam kata-kata yang tergelincir
sepanjang senja yang memilah-milah lembayung.
Kepompong itu sudah bertunas dan melahirkan kupu-kupu
warna-warninya serupa bait menebar rembang. Ada kepak
menjemput badai di atas kota paling muram. Lalu berserah
pada hari yang enggan mengutuhkan cerita siang.
Di penghujung kata selalu tersisa suara-suara yang berakhir
sumbang dan tercekik. Masih berapa banyak tinta dan kata
diperlukan untuk menulisi langit. Birunya terlalu sempurna
dan merata tatkala tangannya memeluk bumi.
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar