Senin, 24 November 2014

H A U S


ada percik air jatuh di kepala dan harum tanah
di pertigaan Jatipadang jalan mulai lengang dan senyap


ranting-ranting basah berbagi tetes kesegaran. di pucuknya
disapanya haus dan laparku yang berdendang seharian.


tirai rinai melayang turun hingga penghabisan. di mata pejam
terbayang jalan, rumah, sawah-ladang berpesta basah.


bumi yang menyusu pada alam selalu bawa kisah
di keteduhan tepi jalan tapi kenapa tenggorokan ini
sudah tujuh mata air berebut menawarkan kelegaan
haus malah kian mencekik meminta air yang tak ada
telah lewat hujan setelah tujuh kemarau leher tak juga basah
haus bersimaharaja tak henti menyeret tubuh
merayap ke tujuh tepian telaga dan tujuh tasik.


Bunda masih basahkah desa kita dan menebus dahagamu?
[aku diam-diam mengurai haus paling laknat ini]
aku ingin mandi di bawah hujan dan kau menyiapkan handuk
dan senyum dan sepasang tangan yang memupus haus.


AJ/2014

Tidak ada komentar:

Posting Komentar