Sabtu, 15 Maret 2014

by. Ang Jasman

tak ada awan
telah menjadi gumpal hitam meneteskan gerimis
di ujung tikungan menuju perkantoran jalanan basah
kepul bubur di mangkuk, aromanya bikin tak peduli
kaki bangku basah
sepatu dan sandal basah
mobil dan motor basah
lalu lalang basah

tak ada awan
cuma kepul harum bubur ayam dan senyum abang-abang
tapi aku tak bisa senyum atau membuka bibir
di mangkuk mereka bertumpuk sewiran ayam
di mangkukku seekor bakakak seperti mengerami bubur

langit seperti aku temangu menatap
bakakak tengkurap dengan tubuh gosong dan hitam
tak kudengar celoteh dan sesekali tawa para penikmat
mereka tak peduli pada bakakak yang bercerita lirih
mataku berkaca, pandanganku jadi buram
seperti doa yang dikulum tanpa henti
waktu seolah pergi untuk cerita yang diulang-ulang
tak dibiarkannya kita menanam kepekaan

di penghujung cerita bakakak itu tumbuh bulu
perlahan, namun makin lebat dan membuat dirinya kuat
bakakak itu berkokok lalu meloncat dari tepi mangkuk

"eh, maaf, bapak lupa menaruh ayam,"
sesendok dua sewiran ayam menimbuni bubur
aku masih termangu, mataku dibawa pergi si bakakak
yang tengah dirubung anak-anak dan isteri ayam

tak ada awan
kulahap buburku perlahan.

2014

*bakakak (bs.sunda) = yang yang dipanggang secara utuh.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar