by. Ang Jasman
dihentaknya keduabelas kuda paling jalang, kereta itu nembus
badai menggangsir angin segala musim. di puncak-puncak cuaca
kereta paling anggun berlari menapaki ayat-ayat tak terucap
rembulan jadi bola hitam kehilangan cahaya.
tak tersisa lagi, tidak, segalanya hanyut dilarung waktu
detik-detik menghitung pasir saling berbisik
cahaya tinggal nyala di telapak menjadi penerang mata dan bibir
"jangan katakan sia-sia, jangan ucapkan.." suara dari ketiadaan.
gemuruh duabelas ekor kuda mendengus membelah gulita
pantai tak berpindah tanjung kecuali arah ini berhianat
kereta berderak, paku-paku melepas, tali-tali terputus
roda-roda berputaran penuh gairah mencium karang bercuatan
asin garam melumuri ujung lidah dan angin terus menahan
tak ada lampu di dermaga dan kilau laut tampak hitam
"dengus kuda-kuda ini adalah aku, menyatu di nafasku.
adalah kendara yang menyeberangkan."
lelaki dengan duabelas nyawa kuda tak memikirkan dermaga.
2014
dihentaknya keduabelas kuda paling jalang, kereta itu nembus
badai menggangsir angin segala musim. di puncak-puncak cuaca
kereta paling anggun berlari menapaki ayat-ayat tak terucap
rembulan jadi bola hitam kehilangan cahaya.
tak tersisa lagi, tidak, segalanya hanyut dilarung waktu
detik-detik menghitung pasir saling berbisik
cahaya tinggal nyala di telapak menjadi penerang mata dan bibir
"jangan katakan sia-sia, jangan ucapkan.." suara dari ketiadaan.
gemuruh duabelas ekor kuda mendengus membelah gulita
pantai tak berpindah tanjung kecuali arah ini berhianat
kereta berderak, paku-paku melepas, tali-tali terputus
roda-roda berputaran penuh gairah mencium karang bercuatan
asin garam melumuri ujung lidah dan angin terus menahan
tak ada lampu di dermaga dan kilau laut tampak hitam
"dengus kuda-kuda ini adalah aku, menyatu di nafasku.
adalah kendara yang menyeberangkan."
lelaki dengan duabelas nyawa kuda tak memikirkan dermaga.
2014
Tidak ada komentar:
Posting Komentar