By. Ang Jasman
Sebuah mutiara berkilau di bibir pantai
riak meninggalkan dirinya setelah membasuh pasir
“dingin berganti kering kini,” gumamnya. Namun
tak ada sesal kecuali gairah petualangannya.
Berpuluh pasang kaki lewat di dekatnya
udara makin kering, panas seperti beban
“ternyata tak ada harga untuk diriku,” ia mulai cemas
orang-orang bersigegas, mentari mulai condong.
“semoga aku ditemukan sorang pemuda, dan
menjadikan liontin buat pacarnya,” ia berharap
“atau menjadi kebanggaan seorang gadis
pada teman sebayanya,” bisiknya lagi.
“atau kuberikan saja diriku pada lelaki tua itu, tentu
diserahkan kepada cucunya yang lucu dan cantik
dengan sebuah doa.”
sebentar lagi mentari turun di garis laut
senja makin teduh dan angin yang semilir
menyingkap rambut si cucu
sebuah mutiara tersenyum di dadanya
bersama sepotong doa.
9/2013
Sebuah mutiara berkilau di bibir pantai
riak meninggalkan dirinya setelah membasuh pasir
“dingin berganti kering kini,” gumamnya. Namun
tak ada sesal kecuali gairah petualangannya.
Berpuluh pasang kaki lewat di dekatnya
udara makin kering, panas seperti beban
“ternyata tak ada harga untuk diriku,” ia mulai cemas
orang-orang bersigegas, mentari mulai condong.
“semoga aku ditemukan sorang pemuda, dan
menjadikan liontin buat pacarnya,” ia berharap
“atau menjadi kebanggaan seorang gadis
pada teman sebayanya,” bisiknya lagi.
“atau kuberikan saja diriku pada lelaki tua itu, tentu
diserahkan kepada cucunya yang lucu dan cantik
dengan sebuah doa.”
sebentar lagi mentari turun di garis laut
senja makin teduh dan angin yang semilir
menyingkap rambut si cucu
sebuah mutiara tersenyum di dadanya
bersama sepotong doa.
9/2013
Tidak ada komentar:
Posting Komentar