by. Ang Jasman
terima kasih, hai, perempuan
hari ini wangi berbunga dan warna-warni ceria
saat yang patut ditoreh di dinding waktu
telah kau lepaskan cintamu yang berbunga-bunga itu
aku bebas kini menjilati debu di mataku
menghirup sisa-sisa air pembasuh zaman
mengulum dzikir membakar api di tenggorokan
berjubah angin dan badai paling liar
terima kasih, hai, perempuan
biarkan aku bernafas ditubir hari paling pekat
kini kakiku lepas bebas memburu
semoga pintu-pintu belum menutup cintanya
dan belum terlambat
9/2013.
Selasa, 24 September 2013
PERNYATAAN
by. Ang Jasman
tak ada lagi rindu tersisa
di binar matamu dan di pias wajahmu
musim-musim datang, musim-musim gugur
aku masih menanti di sini.
tak ada lagi hati merasa
di degup dadamu, di detak nafasmu
bunga-bunga kembang, bunga-bunga gugur
aku terus mendepa waktu.
tak ada lagi hari menapak
di nadi darahmu, di tangkup tanganmu
doa-doa dikulum, nama-nama disebut
aku dalam peluk bibirmu
9/2013
tak ada lagi rindu tersisa
di binar matamu dan di pias wajahmu
musim-musim datang, musim-musim gugur
aku masih menanti di sini.
tak ada lagi hati merasa
di degup dadamu, di detak nafasmu
bunga-bunga kembang, bunga-bunga gugur
aku terus mendepa waktu.
tak ada lagi hari menapak
di nadi darahmu, di tangkup tanganmu
doa-doa dikulum, nama-nama disebut
aku dalam peluk bibirmu
9/2013
TELAH KUTULIS
by. Ang Jasman
telah kutulis sejumlah sajak
entah bagus entah buruk
engkau lebih tahu hasrat-rinduku.
serbu aku dengan kata-katamu
bakar aku dalam makna-maknamu
sebelum hari dilahap senja
dan senja diringkus petang
jadikan aku tumbal di malam pestamu
panggang aku di inti apimu
bakar aku dipanas nyalamu
kuberikan diriku hingga tersungkur
di harimu
di musimmu
sampai kering sumsum kakimu
berjubah debu dan dzikir yang tersisa
di ujung lidah.
akulah ular itu yang telah membujuk Eva.
9/2013
telah kutulis sejumlah sajak
entah bagus entah buruk
engkau lebih tahu hasrat-rinduku.
serbu aku dengan kata-katamu
bakar aku dalam makna-maknamu
sebelum hari dilahap senja
dan senja diringkus petang
jadikan aku tumbal di malam pestamu
panggang aku di inti apimu
bakar aku dipanas nyalamu
kuberikan diriku hingga tersungkur
di harimu
di musimmu
sampai kering sumsum kakimu
berjubah debu dan dzikir yang tersisa
di ujung lidah.
akulah ular itu yang telah membujuk Eva.
9/2013
Kamis, 19 September 2013
S U A R A
By. Ang Jasman
kau pun datang dalam ricik gerimis
basah di sulur rambutmu yang dikepang
dan seribu cerita berurai dari matamu
mestikah kudengar keluh kakiku, suaramu mendesis
lelah telah mencuri tekadku dan nafas ini
mau memburu sang pemilik.
aku terpana
kutatap wajahku di wajahmu
siapakah kau?
aku anak hujan, ujarmu
kabut bundaku dan angin membopongku kemari.
kau memang datang bersama ricik gerimis
rambutmu berkepang hujan dan matamu
menagih kakiku
menikam langkahku.
arah kita sama, bung
kuharap kau belum lupa rumah tujuan
dari mana tetabuhan mempodong alam raya
jangan membantah
sepasang kaki kita adalah kakiku kakimu
nafas kita berdegup dari paru-paru yang sama
di jantung ini mengarus darah paling purba.
mari kita buru sang pemilik, ajakku
sebelum menghilang ke dalam rumah
dan mengunci semua pintu dan jendela.
sebelum awan menghirup hujan ke langit
dan kabut menarik selimut dingin
engkau berpeluk di kehangatan mentari
lantas, dimana aku?
lantas, mana diriku?
bunuh egomu
atau kau selamanya jadi debu dunia
suaramu menggema dalam rongga mulutku.
9/2013
SEBUAH MUTIARA
By. Ang Jasman
Sebuah mutiara berkilau di bibir pantai
riak meninggalkan dirinya setelah membasuh pasir
“dingin berganti kering kini,” gumamnya. Namun
tak ada sesal kecuali gairah petualangannya.
Berpuluh pasang kaki lewat di dekatnya
udara makin kering, panas seperti beban
“ternyata tak ada harga untuk diriku,” ia mulai cemas
orang-orang bersigegas, mentari mulai condong.
“semoga aku ditemukan sorang pemuda, dan
menjadikan liontin buat pacarnya,” ia berharap
“atau menjadi kebanggaan seorang gadis
pada teman sebayanya,” bisiknya lagi.
“atau kuberikan saja diriku pada lelaki tua itu, tentu
diserahkan kepada cucunya yang lucu dan cantik
dengan sebuah doa.”
sebentar lagi mentari turun di garis laut
senja makin teduh dan angin yang semilir
menyingkap rambut si cucu
sebuah mutiara tersenyum di dadanya
bersama sepotong doa.
9/2013
Sebuah mutiara berkilau di bibir pantai
riak meninggalkan dirinya setelah membasuh pasir
“dingin berganti kering kini,” gumamnya. Namun
tak ada sesal kecuali gairah petualangannya.
Berpuluh pasang kaki lewat di dekatnya
udara makin kering, panas seperti beban
“ternyata tak ada harga untuk diriku,” ia mulai cemas
orang-orang bersigegas, mentari mulai condong.
“semoga aku ditemukan sorang pemuda, dan
menjadikan liontin buat pacarnya,” ia berharap
“atau menjadi kebanggaan seorang gadis
pada teman sebayanya,” bisiknya lagi.
“atau kuberikan saja diriku pada lelaki tua itu, tentu
diserahkan kepada cucunya yang lucu dan cantik
dengan sebuah doa.”
sebentar lagi mentari turun di garis laut
senja makin teduh dan angin yang semilir
menyingkap rambut si cucu
sebuah mutiara tersenyum di dadanya
bersama sepotong doa.
9/2013
HARAP ITU KEMBANG KINI
by Ang Jasman
dan kita senyum
menyadari lampu-lampu dan cemilan di meja
memandangmu melipat senyum lalu
kau masukkan ke dalam tas
malam terus merayap seperti gamang
tapi tidak dengan mimpimu
kau telah rapikan tanpa cemas tersisa
dan aku membayangkan
kecerianmu bersenandung dalam dingin
dan salju yang mendekap dan café expresso
serupa suara canda anak-anak yang riuh
kehangatan dekapnya yang kukuh
aku bahagia dalam bahagiamu
seperti gelombang mencium bibir pantai
seperti hari yang menebus
seperti arus yang menembus
kini derita hilang pupus
dan harap itu berkata kibaskan
sampurmu, kembangkan sayapmu
dan mengapunglah di tetabuhan
tarikan gemulaimu di awan-awan
di tiap mata yang tertawan.
9/2013
dan kita senyum
menyadari lampu-lampu dan cemilan di meja
memandangmu melipat senyum lalu
kau masukkan ke dalam tas
malam terus merayap seperti gamang
tapi tidak dengan mimpimu
kau telah rapikan tanpa cemas tersisa
dan aku membayangkan
kecerianmu bersenandung dalam dingin
dan salju yang mendekap dan café expresso
serupa suara canda anak-anak yang riuh
kehangatan dekapnya yang kukuh
aku bahagia dalam bahagiamu
seperti gelombang mencium bibir pantai
seperti hari yang menebus
seperti arus yang menembus
kini derita hilang pupus
dan harap itu berkata kibaskan
sampurmu, kembangkan sayapmu
dan mengapunglah di tetabuhan
tarikan gemulaimu di awan-awan
di tiap mata yang tertawan.
9/2013
Kamis, 05 September 2013
DI SEMILIR SUBUH
by. Ang Jasman
Di semilir subuh
senyap masih tertidur di reranting
dingin menguak tangis terus mendepa.
Namaku berdenting
ting
ting
di selisik doa bunda
segala duka merebah
segala luka menyerah.
Lalu 1000 purnama membasuh nyanyi dolanan
permainan dan membabar langkahku
mencumbui jiwaku
menyatu luluh di arasyi semesta.
Di semilir subuh ketermanguanku kini
cayamu tetap semringah
biarlah aku berteduh di senyummu
bunda.
9/2013
LAGU SAMUDERA
by.Ang Jasman
sukamu terus berlanjut di sulur hari-harimu, nikmatilah
dukamu masih menetes di peluh gelisahmu, hayatilah
tetaplah langkahmu dalam keseimbangan jiwamu.
jangan gelisahkan duka
jangan mabukan suka.
suka itu ombak
duka itu gelombang.
jiwamulah samudera yang teguh sejak di kedalaman
tatap saya bintang kejora itu
sauh bagi jiwamu, tambatkan
biarkan perahumu menyumbu samuderamu.
itulah jalanmu, tempuhlah di segala musim
waspadalah angin barat jangan lengah
kuatkan ikatanmu pada kejora itu
dzikirmu adalah tali penjangkau daratan.
meski gulita, badai dan angin ribut
menyekap matamu
menjegal langkahmu
merobek layarmu
jangan hirau gusarmu.
dermaga sudah bermandi seribu cahaya
telah digelar pula pesta pora di raja
para pemabuk mengacungkan botol-botol anggur
ayo larutkan dirimu dalam hangat cairnya.
9/2013
Langganan:
Postingan (Atom)