seribu senja tak lagi bawa kabar sore tadi
awan di atas Lembang terus berarak ke timur
remang berbaur dingin bergemerutuk melawan sendu
halaman rumah makin hening berselimut kering dedaun.
seribu senja tak henti berlalu disini
pun tak bersapa pada waktu.
seribu senja meninggalkan kelu sendiri
pun tak sisakan jarak antara kau dan aku.
detak hari berlari ke pucuk-pucuk bambu dan cemara
makin terasa hati koyak-moyak dicincang takdir
akan tiba seribu senja lagi menyusuri hari
mengarus di kali yang terus menghilir
tinggalkan mata air di kaki Tangkuban Perahu.
kau kirim lagi rindumu di alun gelombang samudera
desah keluhmu baur di buih ombak dan kepak camar
mengabarkan hati yang luruh membiru.
kau tinggalkan jejak sejauh bibir pantai
tak ada lagi cerita tentang senja dan cakrawala.
beranda tempat kita meniti dinding hening
telah ditinggalkan sepasang cicak yang mengajari
tentang mimpi hingga mengoyak pagi
tapi kita lupa menitipkan hati di lembar almanak.
segala keluh bicara tentang hati yang kering
semua langkah panjang pun jadi sia
gegas memburu jarak tinggal percuma.
rindu-rindu menari di pucuk-pucuk ombak
mencandai angin laut, buih dan burung camar.
sedang hati tak pernah luluh cair
membiarkan dermaga melepas perahu
di arus gelombang yang kian jauh dan samar.
Come, draw near to me with no hesitation Shake your feet off the snare of the time past I care not for your raiment, nor your shoes or jewerly Neither shall I give a damn about your name Leave those burdens at the salvage hut Set your heart to the reaches of the Pillars of Cloud That have anwaveringly led you thus far.
Come, render yourself to be one with the clamor of the travellers Gulp down that oldest wine, sweeter than the wild honey Embrace the bright stars before darkness decimate them Let yourself adrift in the fiercest of waves Surrender your body a-soared by the most ancient tempest
Never fear that the waves shall carry you Never doubt the tempest shall careen you The whitest light shall bring the warmth of mother's embrace Warmer than a hectare of quilt arrayed by a thousand angels
Shhh... Quiet. Be Silence. Hark! Listen to the balad, a song of utmost serenity whilst the drummers are however veiled, hidden amongst the clouds The serene mellody glided in the space of the universe reflecting the stars entwined with the luminosity of most pure
Your ears are not wet forest mushrooms. So listen! Your eyes should not be let weak and dim. So look!
Be haste now and catch up with the travelers before you crumbled And your body shall evanesce in vain, gobled by millions of maggots While your soul floats with neither aim nor bearing.
Maaf, tak sempat kusebut namamu aku luruh entah dimana. Kakiku mengambang bumi melambungkan tubuh fana ini ketika menyebut namanya.
Maaf, tak sanggup kutulis namamu aku larut dalam kata. Jemariku kelu melayang diterbangkan kacau angin dan awan ketika menulis namanya.
Maaf, tak lagi bisa kubayangkan wajahmu dalam pekat gulita. Kulihat sinar biru mendatang menawarkan sampur amat menawan aku pun menari bersamanya diiring tetabuh bening diiring dentang hening menyelimuti tubuh dalam sepi paling purba.
Jangan urai tanganmu biarlah kucekal penuh ijinkan aku luruh di rumah abadimu jadi batu undakanmu. Agar aku leluasa mencium telapakmu di tiap langkahmu yang lembut perkasa.
berjuta kata dan
aksara berdesakan, berhamburan
dari batin sunyiku sedang sepuluh jari tak kuasa
terhimpit makna-makna yang blingsatan dalam benak
beribu kata dengan leluasa menikamkan belati panas tanpa belas
tubuhku bagai kapas melayang diayun tembang padang ilalang
tubuhku bagai gasing ditarik petir di pucuk-pucuk bambu
tubuhku tak bernyawa diterbangkan mega-mega yang bergerak ke timur
aksara, kembalikan jiwaku sebelum tiba di cakrawala
atau mentari menelanku serta ke ujung samudera